Periodisasi zaman praaksara
Periodisasi zaman pra aksara dapat dibedakan berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan)
(Diambil dari Tulisan Widya Lestari Ningsih tanggal 12 April 2023 di https://www.kompas.com/stori/read/2023/04/12/120000779/perbedaan-nama-zaman-praaksara-berdasarkan-geologi-dan-arkeologi?page=all)
Berdasarkan geologi, pembabakan zaman praaksara dibagi menjadi empat, yakni zaman Arkaikum, Paleozoikum, Mesozoikum, dan Neozoikum.
Arkaikum
Arkaikum atau Arkeozoikum atau Arkean adalah pembabakan masa praaksara yang tertua menurut ilmu geologi. Pada zaman yang diperkirakan terjadi pada 545-4.500 juta tahun lalu ini belum ditemukan tanda-tanda kehidupan. Kulit bumi bahkan masih dalam proses pembentukan dan udara masih sangat panas.
2. Paleozoikum
Zaman Paleozoikum atau zaman primer diperkirakan terjadi sekitar 245-545 juta tahun lalu, ketika bumi berangsur mendingin. Meski kehidupan mulai muncul, pada zaman ini belum ditemukan manusia purba. Makhluk hidup yang muncul pada zaman Paleozoikum diantaranya, mikroorganisme, ikan, amfibi, reptil, dan binatang-binatang bersel satu lainnya yang tidak bertulang.
3. Mesozoikum
Mesozoikum atau zaman sekunder atau zaman pertengahan berlangsung sekitar 140 juta tahun lamanya. Pada zaman ini kehidupan di bumi semakin berkembang, di mana jumlah ikan, amfibi, dan reptil berkembang sangat pesat. Oleh karena itu, Mesozoikum juga disebut sebagai zaman reptil, yang ditandai dengan kemunculan reptil besar seperti Dinosaurus dan Atlantosaurus.
4. Neozoikum
Neozoikum memiliki nama lain Kenozoikum, Senozoikum, dan zaman kehidupan baru. Zaman ini disebut sebagai periode paling penting dalam sejarah manusia karena reptil raksasa seperti Dinosaurus mulai punah dan mulai muncul manusia. Zaman Neozoikum dibagi dua, yaitu zaman tersier (Dinosaurus semakin menghilang dan binatang menyusui berkembang sepenuhnya) dan zaman kuarter (kemunculan manusia purba).
Periodisasi zaman praaksara dapat dibedakan berdasarkan arkeologi (peninggalan sejarah)
(diambil dari Fandy-Gramedia blog : https://www.gramedia.com/literasi/zaman-praaksara-berdasarkan-arkeologi/).
Menurut ilmuwan sejarah atau ahli sejarah asal Denmark, CJ. Thomsen (Christian Jürgensen Thomsen), zaman praaksara di Indonesia terbagi menjadi 3 zaman yaitu zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Konsep tersebut disebut dengan “three age system” yang menekankan pada pendekatan teknis dan didasarkan atas penemuan alat-alat peninggalan bangsa prasejarah. Sejarawan Indonesia, R Soekmono mengadaptasi teori tersebut dan membagi zaman praaksara Indonesia ke dalam 2 zaman yaitu zaman batu dan zaman logam.
Zaman Batu
Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal.
Zaman batu tua berlangsung pada 50.000-10.000 SM. Zaman praaksara ini disebut sebagai zaman batu tua karena pada saat itu manusia menggunakan alat-alat batu yang masih dibuat secara kasar dan sederhana. Pada zaman praaksara ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kelompok kecil (10-15 orang) untuk mencari makanan. Pada zaman praaksara ini, manusia hanya mengenal berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah dan umbi-umbian), mereka belum mulai memasak atau bercocok tanam. Mereka berlindung dari alam dan hewan buas dengan tinggal di dalam gua. Pada masa ini, manusia purba sudah mengenal api.
Berdasarkan penemuan fosil, jenis manusia purba yang hidup di zaman paleolitikum, antara lain:
– Pithecanthropus Erectus
– Meganthropus paleojavanicus
– Homo Erectus
– Homo Soloensis
– Homo Wajakensis
– Homo Floresiensis
Berdasarkan daerah penemuannya, hasil kebudayaan zaman Paleolitikum dikelompokkan menjadi:
a. Kebudayaan Pacitan
Ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam dan alat serpih yang masih kasar yang Selain di pacitan, alat-alat juga banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara).
– Kapak genggam (chopper): alat penetak/pemotong, serupa kapak tapi tidak bertangkai, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
– Kapak perimbas (ditemukan juga di Gombong, Sukabumi, Lahat): untuk merimbas kayu, memahat tulang & sebagai senjata, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia Pithecanthropus.
b. Kebudayaan Ngandong
Alat hasil kebudayaan Ngandong ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur. Alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, diperkirakan digunakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.
– Alat dari tulang binatang: alat penusuk/belati, ujung tombak bergerigi, mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, menangkap ikan.
– Flakes: alat kecil dari batu Chalcedon, untuk mengupas makanan, berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Merupakan peralihan zaman paleolitikum dan neolitikum. Manusia pendukungnya yaitu bangsa Papua-Melanosoid. Manusia mulai hidup semi menetap di gua-gua yang disebut Abris Sous Roche. Pada saman praaksara mesolitikum, laki-laki berburu dan perempuan tinggal di gua untuk menjaga anak dan memasak. Hasil budaya yang ditemukan pada zaman mesolitikum, yaitu:
a. Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger ini berasal dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti “dapur” dan modding berarti “sampah”. Kjokkenmoddinger adalah sampah-sampah dapur berupa tumpukan kulit kerang. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera. Penemuan hasil budaya dari kjokkenmoddinger adalah peeble, kapak genggam, kapak pendek, dan pipisan. Pipisan merupakan batu penggiling yang digunakan untuk menggiling makanan dan menghaluskan cat merah yang berasal dari tanah merah. Cat merah ini diperkirakan digunakan untuk kepentingan religius dan ilmu sihir.
b. Abris Sous Roche
Manusia pada zaman praaksara ini manusia purba tinggal di gua-gua pada tebing pantai yang dinamakan Abris Sous Roche. Hasil budaya yang ditemukan dari gua-gua tersebut yaitu peralatan dari batu yang telah diasah serta peralatan dari tulang dan tanduk (banyak ditemukan di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, karena itu disebut sebagai Sampung Bone Culture). Abris Sous Roche juga banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, dan Sulawesi Selatan. Hasil budaya lain yang menonjol yaitu lukisan gua berupa cap tangan yang diyakini sebagai bagian dari ritual agama, dianggap memiliki kekuatan magis. Lukisan tersebut banyak ditemukan di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Cap jari tangan warna merah diperkirakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dati roh-roh jahat, sementara cap tangan jadi jarinya tidak lengkap diperkirakan merupakan ungkapan duka atau berkabung.
Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) – Masa bercocok tanam
Kehidupan manusia pada zaman praaksara ini sudah mulai menetap, tidak berpindah-pindah. Jenis manusia yang hidup pada pada zaman praaksara ini yaitu Homo Sapiens ras Mongoloide dan Austromelanosoide. Mereka juga sudah mengenal bercocok tanam, tetapi masih melakukan perburuan. Mereka juga sudah dapat menghasilkan bahan makanan sendiri (food producing).
Hasil budaya peninggalan pada zaman praaksara neolitikum, pembuatannya sudah lebih sempurna, lebih halus dan disesuaikan dengan fungsinya. Alat-alat pada masa ini banyak digunakan untuk pertanian dan perkebunan.
Hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolotikum, yaitu:
– Kapak Lonjong: alat dari batu yang diasah berbentuk lonjong seperti bulat telur. Diperkirakan digunakan dalam menebang pohon. Peninggalan ini banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti Minahasa dan Papua.
– Kapak Persegi: berbentuk persegi panjang atau trapesium, mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan. Ukuran besar sering disebut beliung atau pacul, yang berukuran kecil disebut tarah (tatah) dan digunakan untuk mengerjakan kayu. Persebarannya di daerah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.
Ada pula peninggalan zaman praaksara Neolitikum, lainnya, yaitu:
– Mata panah dan mata tombak: terbuat dari batu yang diasah seara halus untuk kepentingan berburu, ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan
– Perhiasan seperti gelang-gelang dari batu indah: banyak ditemukan di wilayah Jawa.
– Alat pemukul kulit kayu
– Pakaian dari kulit kayu: Pada zaman tersebut sudah dikenal adanya pakaian, dibuktikan dengan penemuan alat pemukul kulit kayu yang dijadikan sebagai bahan pakaian.
– Tembikar (periuk belanga): banyak ditemukan pecahan-pecahannya di Sumatra. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang berisi tulang-tulang manusia.
Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Kebudayaan pada zaman praaksara megalitikum diperkirakan berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu. Manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Mereka telah membuat berbagai macam bangunan batu untuk kepentingan upacara keagamaan dan mengubur jenazah. Manusia pendukung pada zaman praaksara ini didominasi oleh Homo Sapiens.
Menurut Von Heine Geldren, kebudayaan megalitikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang. Pertama adalah Megalitikum Tua (2500-1500 SM) yang menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.
Sedangakan masa Megalitikum Muda (1000-10 SM), menyebar pada zaman perunggu dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalitikum adalah peti kubur batu, dolmen, waruga , sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Hasil kebudayaan zaman megalitikum:
– Menhir: tiang atau tugu batu untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Tengah.
– Punden berundak: bangunan yang tersusun bertingkat, berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Punden berundak bertingkat tiga yang memiliki makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibedug, Banten Selatan.
– Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk persembahan pada roh nenek moyang. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Di bawah dolmen sering ditemukan kubur batu untuk meletakkan mayat.
– Sarkofagus: peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup, pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan. Sarkofagus memiliki jenis bentuk dan ornamen yang berbeda. Di dalamnya ditemukan tulang-tulang manusia dan bekal kubur berupa periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.
– Kubur batu: peti mati yang dibentuk dari 6 papan batu. Paling banyak ditemukan di daerah Sumba dan Minahasa.
– Waruga: Kubur batu khas Minahasa, kebanyakan berupa kotak batu dengan tutup berbentuk segitiga mirip bangunan rumah sederhana.
– Arca batu: patung-patung dari batu berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan yaitu gajah, kerbau, harimau dan monyet. Daerah penemuannya yaitu di Pasemah (Sumatera Selatan), Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur.
Zaman Logam
Zaman logam disebut juga sebagai zaman perundagian karena di masyarakat timbul golongan undagi yang terampil dalam melakukan pekerjaan tangan. Pada zaman ini, manusia purba sudah mulai mengenal teknologi dan pertukangan dengan membuat peralatan yang sesuai dengan kebutuhan hidup. Manusia sudah mulai membuat alat dari logam seperti perunggu dan besi.
Ada 2 teknik pembuatan alat logam, yaitu dengan cetakan batu (bivalve) dan dengan cetakan tanak liat dan lilin (a cire perdue). Zaman logam dibagi menjadi 3 zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi, namun zaman tembaga tidak terjadi di Indonesia.
1. Zaman Tembaga
Zaman tembaga merupakan awal manusia mengenal logam. Tembaga digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat peralatan. Indonesia diperkirakan tidak terpengaruh dengan zaman tembaga karena sampai sekarang belum ada ditemukan peninggalan sejarah dari zaman tembaga di Indonesia.
2. Zaman Perunggu
Pada zaman ini, manusia membuat alat dengan bahan dasar perunggu. Peninggalan zaman praaksara dari zaman perunggu di Indonesia, antara lain:
– Candrasa: sejenis senjata, ditemukan di Bandung dan diperkirakan digunakan untuk keperluan upacara.
– Kapak Corong (Kapak Sepatu): alat kebesaran dan upacara adat yang berbentuk seperti corong, ditemukan di Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
– Nekara: Genderang besar atau tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan untuk upacara ritual, khususnya sebagai pengiring upacara kematian, upacara memanggil hujan, dan sebagai genderang perang. Daerah penemuannya yaitu di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Roti, Selayar, dan Kepulauan Kei. Nekara “The Moon of Pejeng” yang merupakan nekara terbesar di Indonesia terdapat di Bali.
– Moko: sejenis nekara yang ukurannya lebih kecil, berfungsi sebagai benda pusaka seorang kepala suku, benda yang diwariskan kepada anak laki-laki kepala suku dan juga mas kawin. Moko lebih banyak ditemukan di Pulau Alor dan Manggarai ( Pulau Flores).
– Bejana Perunggu: memiliki bentuk seperti periuk namun langsing dan gepeng. Di Indonesia, bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura. Kedua bejana yang sudah ditemukan memiliki hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar – gambar geometri dan pilin – pilin yang mirip huruf J.
– Arca Perunggu: ada yang berbentuk manusia dan ada juga yang berbentuk binatang. Umumnya kecil dan terdapat cincin pada bagian atasnya. Cincin tersebut digunakan untuk menggantungkan arca itu karena arca tersebut juga digunakan sebagai liontin. Arca perunggu ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang (Sulawesi Selatan), dan Limbangan (Bogor).
Dari benda-benda peninggalan di atas, peninggalan yang paling terkenal adalah kapak corong. Selain itu, ditemukan juga benda-benda perhiasan seperti kalung, cincin, anting-anting, dan manik-manik.
3. Zaman Besi
Manusia telah mampu membuat peralatan yang lebih sempurna dengan bahan besi yaitu dengan meleburkan bijih besi dan menuangkannya ke dalam cetakan. Hasil peninggalan zaman praaksara zaman besi yang ditemukan di Indonesia yaitu mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata pedang, cangkul, dan sebagainya. Mata kapak digunakan untuk membelah kayu dan mata sabit digunakan untuk menyambit tumbuh-tumbuhan. Benda-benda tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punug (Jawa Timur).
C. Peninggalan Zaman Praaksara
Pada dasarnya, peninggalan zaman praaksara sangatlah banyak, bahkan penemuan ini bisa akan terus bertambah. Berikut ini beberapa peninggalan zaman praaksara.
Nekara
Candrasa
Arca perunggu
Moko
Bejana perunggu
Kapak persegi
Mata panah
D. MANUSIA-MANUSIA PRAAKSARA YANG ADA DI INDONESIA
Definisi Manusia Praaksara.
Manusia Praaksara atau lebih dikenal dengan manusia purba merupakan manusia yang hidup jauh sebelum tulisan ditemukan. Mayoritas manusia praaksara memiliki volume otak yang lebih kecil dibandingkan manusia modern (Winata, 2011). Kehidupan manusia praaksara masih sangat sederhana. alat-alat yang digunakan masih sederhana, mayoritas alat-alat yang dibuat oleh manusia praaksara berasal dari batu.
Jenis Manusia Praaksara di Indonesia.
Berdasarkan penemuan fosil dan artefak manusia praaksara dari para ahli, dapat diketahui ternyata di Indonesia terdapat beberapa jenis manusia praaksara yang pernah hidup pada zamannya, antara lain:
1) Meganthropus paleojavanicus.
Diawali pada tahun 1941. Gustav Heinrich Rudolf von Koenigswald (Jerman-Belanda) menemukan fosil di Sangiran berupa sebagian rahang bawah manusia berukuran besar yang dinamai Meganthropus paleojavanicus. Meganthropus paleojavanicus memiliki arti Manusia besar dari Pulau Jawa. Manusia praaksara ini memiliki rahang yang sangat kuat, tulang pipi yang tebal dan badannya tegap. Diperkirakan Meganthropus paleojavanicus dalam mempertahankan hidupnya memakan tumbuh-tumbuhan.
2) Pithecanthropus.
Pada tahun 1890, di dekat desa Trinil, Jawa Timur, Eugene Dubois (Belanda) menemukan tengkorak yang memiliki volume otak 900cc. Setelah direkonstruksi, terbentuk kerangka manusia, tetapi masih memiliki tanda-tanda primata. Oleh karena itu, temuan Dubois kemudian dinamai Pithecanthropus erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Selain Pithecanthropus erectus, terdapat juga jenis Pithecanthropus lainnya, yakni Pithecanthropus mojokertensis dan Pithecanthropus soloensis. Sesuai nama belakangnya, Pithecanthropus mojokertensis ditemukan di daerah Mojokerto oleh von Koenigswald sementara Pithecanthropus soloensis yang diteliti oleh Weidenrich ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo.
3) Homo.
Fosil jenis Homo pertama kali ditemukan oleh van Reitschoten di daerah Wajak. Hasil penemuannya kemudian dinamai Homo wajakensis. Ciri-ciri fosil manusia berjenis Homo wajakensis ini bermuka lebar, hidung dan mulutnya menonjol, dahi tidak terlalu menonjol, dan bagian gigi mengalami penyusutan. Hasil penemuan van Reitschoten disebut juga Homo Sapiens yang diartikan “manusia sempurna atau manusia bijak”. Pemberian nama “manusia sempurna” mengacu pada segi fisik dan volume otak yang dimiliki oleh manusia Homo sapiens tidak jauh berbeda dengan manusia modern saat ini. Memiliki tinggi rata-rata 130-210 cm, badan yang tegak, dan volume otak rata-rata 1.400 cc sudah cukup membuat golongan manusia Homo sapiens menjadi spesies dengan pola pikir dan peradaban yang lebih baik dari manusia praaksara dari jenis lain.
Beberapa spesimen manusia praaksara berjenis Homo sapiens di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Manusia Wajak.
Manusia Wajak atau Homo wajakensis sampai saat ini merupakan penemuan satu-satunya di Indonesia yang dapat disejajarkan dengan manusia modern awal. Fosil Homo wajakensis pertama kali ditemukan oleh van Reitschoten pada tahun 1889 di lereng pegunungan Campurdarat, dekat Tulungagung. Sartono Kartodirjo menguraikan temuan Reitschoten tersebut berupa tengkorak, rahang bawah,dan beberapa ruas leher. Setelah direkonstruksi, dapat diketahui wajahnya datar dan lebar, dahinya agak miring dan di sekitar mata terdapat busur kening. Fosil tengkorak Homo wajakensis ini diperkirakan seorang wanita berusia 30 tahunan dengan volume otak mencapai 1630 cc. Diperkirakan, dari manusia Wajak inilah kemudian muncul sub-ras Melayu Indonesia. Manusia Wajak kemungkinan besar tidak hanya menghuni pulau-pulau bagian Barat Indonesia, tetapi juga mendiami sebagian kepulauan Indonesia bagian timur(Hernadi, 2013).
b. Manusia Liang Bua.
Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown, Mike Morwood, dan Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 2003 di bulan September. ditemukan di sebuah gua yang bernama Liang Bua, Flores. Sehingga penemuan tersebut juga dinamakan Manusia Liang Bua atau Homo floresiensis (Hernadi, 2013). Homo floresiensis memiliki ciri-ciri tengkorak yang panjang, berukuran kecil, dan memiliki volume otak sebesar 380 cc.
Nilai penting yang dapat diambil dengan mempelajari manusia praaksara yaitu, eksistensi dan perkembangan hidup manusia saat ini tidak lepas dari sumbangsih dan perjuangan manusia praaksara (jenis Homo sapiens) pada zamannya. Kegigihan melawan tantangan alam membuat manusia praaksara mampu mempertahankan hidupnya bahkan membuat peradaban yang semakin baik dari waktu ke waktu.
Sumber : (Aditya, 2017). : https://smansadehistory.blogspot.com/2017/09/manusia-manusia- praaksara-yang-ada-di.html