Bahaya Fluoride dalam Pasta Gigi
Di Indonesia, pasta gigi mengandung fluoridemulai
muncul sekitar tahun 70-an. Fluoride yang banyak digunakan jenis Sodium
Monofluoro Fosfat atau Sodium Fluoride, dengan kadar yang 250 hingga
800 ppm. Secara detail, fluor merupakan salah satu bahan pasta gigi
berfungsi memberikan efek deterjen sebagai satu dari tiga bahan utamanya
disamping bahan abrasi sebagai pembersih mekanik permukaan gigi dan pemberi rasa segar pada mulut, sementara bahan lainnya sodium bikarbonat dan baking soda
sebagai alkalin untuk mengurangi keasaman plak dan mencegah pembusukan,
sedangkan pemutih, pemberi rasa dan sebagainya merupakan bahan tambahan
pada racikan pasta tersebut.
Dengan efek tersebut, fluoride berfungsi melapisi struktur gigi dan ketahanannya terhadap proses
pembusukan serta pemicu proses mineralisasi. Unsur kimia dalam zat ini
mengeraskan email gigi pada persenyawaannya. Begitupun, sejak dulu efek
kerugiannya juga sudah dipublikasikan secara luas yakni bahayanya bila
tertelan dan karena itu juga kita tidak diajarkan menelan pasta gigi.
Kadar penggunaannya memiliki ambang batas yang bisa membahayakan dari
efek paparan bila digunakan berlebihan dan tidak sesuai anjuran. Dari
literatur yang ada, fluoride dalam kadar berlebihan berakibat
sebaliknya dan harus diawasi terutama pemberian terhadap anak-anak yang
cenderung menelan odol pada waktu menyikat gigi karena rasa segar yang
didapat apalagi bila ditambah perasa tertentu. Bukan hanya dari pasta
gigi, kandungan fluoride juga bisa didapat dari konsumsi makanan
tertentu dan tersedia dalam bentuk suplemen yang justru sasaran pemberiannya anak-anak.
Bahaya Fluoride
Dari sejumlah berita yang beredar beberapa waktu lalu fluoride disinyalir sebagai salah satu bahan yang digunakan pada pembuatan bom atom. Efek racun kimiawi yang dipaparkan lewat penemuan ini mendorong para peneliti semakin kritis melakukan riset tentang bahaya flouride pada pasta gigi, kemudian banyak berita mempublikasikan efek samping dan bahaya fluoride dalam memicu osteoporosis dan kerusakan sistem saraf terutama pada penggunaan yang salah.
Sekitar awal tahun 2000‚ pemerintah Belgia menjadi pihak pertama
melarang peredaran tablet dan permen mengandung fluoride yang selama ini
dianjurkan pemberiannya pada anak-anak untuk menguatkan gigi mereka.
Riset lain dari Swedia menyorot kecenderungan anak untuk menelan pasta
gigi secara tak sengaja melalui air ludah bekas sikat gigi yang kerap
memicu kasus overdosis fluoride dan menimbulkan gangguan seperti
banyaknya pengeluaran ludah, tumpulnya indera perasa di sekitar mulut
sampai ke gangguan pernafasan bahkan kanker.
Keadaan terhambatnya penyerapan kalsium sebagai salah satu
manifestasi efek sampingnya juga dikenal dengan istilah fluorosis yang
bisa berakibat lanjut pada penurunan IQ, gangguan sistem saraf dan kekebalan tubuh serta kerapuhan tulang dan terhambatnya pertumbuhan.
Di beberapa negara, anjuran penggunaannya sudah dibatasi untuk usia
diatas 5 tahun. Di Indonesia telah dihimbau penggunaannya dalam tiap
tube pasta gigi tidak lebih dari 500 ppm dari sebelumnya sekitar
1000-1500 ppm dan mengikuti antisipasinya untuk mengurangi penambah rasa
sebagai pencegah anak-anak agar tak menelan pasta gigi tersebut.
Di luar kemungkinan pemberitaan efek fluoride ini sebagai fakta,
mungkin tak perlu buru-buru menjadi terlalu resah dan was-was
menggunakan produk pasta gigi yang mengan-dung fluoride sejauh kadarnya
masih di bawah ambang batas yang dianjurkan. Kesadaran konsumen untuk
memilih produk masih tetap bisa dilaksanakan, paling tidak untuk memilih
pasta gigi dengan kadar fluoride rendah, dan mungkin, dengan adanya pro
dan kontra ini salah satu antisipasi terbaik yang bisa dilakukan adalah
dengan mengawasi penggunaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar