Rabu, 19 Maret 2014



Kitab Iman

 

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحيْمِ


لاَاِله الاّ الله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِهِ الحَوْلُ وَالقُوَّةُ. الحَمْدُللهِ المُبْدِئِ لِلعَوَالِمِ وَالمُعِيْدِ الاَرْوَحَ اِلَى الأَجْسَامِ يَوْمَ القِيَامَةِ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَاَفْضَلِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَقَدْ وَرَدَ فِىالْحَدِيْثِ عَنْ عُمَرَ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ الله (صلعم) ذَاتَ يَومٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لاَيُرَى عَلَيهِ اَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِىِّ (صلعم) فَاَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. قَالَ رَسُوْلُ الله (صلعم): الإِسْلاَمُ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ: صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ: فَاَخْبِرْنِى عَنِ الإِيْمَانِ. قَالَ: اَنْ تُؤْمِنَ بِا للهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ وَالْيَومَ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. (الحديث رواه مسلم).

PENDAHULUAN
“Bismillahirrohmanirrohim”
( Dengan nama Allah, Maha Penyayang, Maha Pengasih)
Tiada tuhan selain Allah sendiri, tiada bersekutu dan dengan-Nyalah adanya daya-kekuatan. Segala puji untuk Allah yang menciptakan semua ‘alam dan yang mengembalikan ruh kepada jasadnya di hari Kiamat. Rahmat dan Salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad s.a.w. penutup para Nabi dan seutama-utamanya Utusan, serta pada sekalian keluarganya.
Tersebut dalam hadist, dari shahabat ‘Umar r.a: “ Saat kami duduk pada suatu hari bersama-sama Rasulullah s.a.w. datanglah seorang laki-laki, putih bersih pakaiannya hitam bersih rambutnya, tak terkesan padanya tanda orang yang sedang bepergian dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya; kemudian ia bersimpuh dihadapan Nabi dengan merapatkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya pada paha Nabi. Lalu ia berkata: ”Hai Muhammad, terangkanlah padaku tentang Islam!”. Nabi menjawab: ”Islam ialah engkau mempersaksikan: tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan pergi Haji bila kamu mampu melakukannya”. Kata orang itu:  ”Benar engkau”. Maka kami terheran, kenapa ia bertanya lalu ia membenarkan. Orang itu bertanya lagi: terangkanlah padaku tentang Iman!” Nabi menjawab: “Iman ialah bahwa engkau percaya akan Allah, malaikatnya, kitab-kitab-nya, Rasul-rasulnya, hari kemudian dan percaya akan takdir baik dan takdir buruk”. Orang itu berkata :” Benar engkau!”.(Hadist riwayat Muslim).

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1) مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ كُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ اللهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2) وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ اللهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3) وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.


Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

الإِيْمَانُ بِا للهِ عَزَّ وَجَلَّ

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِا للهِ رَبِّنَا (4) وَهُوَ الْإِلَهُ الْحَقُّ الَّذِى خَلَقَ كُلَّ شّيْئٍ وَهُوَ الواَجِبُ الوُجُوْدِ (5) وَ اْلأَوَّلُ بِلاَ بِدَايَةٍ وَاْلآخِرُ بِلاَ نِهَايَةٍ (6) ولاَ يُشْبِهُهُ شَيئٌ مِنَ الكَائِنَاتِ (7) الاَحَدُ فِىأُلُوْهِيَّتِهِ وَصِفاَتِهِ وَ اَفْعَالِهِ (8) اَلْحَىُّ القَيُّوْمُ (9)السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ (10) وَهُوَ عَلَى كُلَِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ (11) إِنَّمَا اَمْرُهُ اِذَا اَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ (12) وَهُوَ عَلِيْمٌ بِمَا يَفْعَلُوْنَ (13) اَلْمُتَّصِفُ بِالْكَلاَمِ وَكُلِّ كَمَالٍ. المُنَزَّهُ عَنْ كُلِّ نَقْصٍ وَمُحَالٍ (14) يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ. بَِيَدِهِ اْلأَمْرُ كُلُّهُ وَإِلَيْهِ يَرْجِعُوْنَ (15).

IMAN KEPADA ALLAH YANG MAHA MULIA
Wajib kita percaya akan Allah Tuhan kita (4). Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya (5). Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir tanpa penghabisan (6). Tiada sesuatu yang menyamai-Nya (7). Yang Esa tentang ketuhanan-Nya (8). Yang hidup dan pasti ada dan mengadakan segala yang ada (9). Yang mendengar dan yang melihat (10). Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu (11). Perihal-Nya apabila ia menghendaki sesuatu Ia firmankan: “Jadilah”! maka jadilah sesuatu itu (12). Dan dia mengetahui segala sifat kesempurnaan. Yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan (14). Dialah yang menjadikan sesuatu menurut kemauan dan kehendakNya. Segala sesuatu ada ditangan-Nya dan kepada-Nya akan kembali (15).

تَنْبِيْهٌ

مَا كَلَّفَنَا اللهُ بِالْبَحْثِ فِى اْلاِعْتِقَادِ بِمَا لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ عُقُوْلُنَا (16) لأَنَّ عَقْلَ الاِنْسَانِ لاَيَسْتَطِيعُ أَنْ يَصِلَ اِلَى مَعْرِفَةِ ذَاتِ اللهِ وَكَيْفِيَّةِ اِتِّصَافِهِ بِصِفَاتٍ فَلاَ تَبْحَثْ عَنْهُ (17) وَلَيْسَ فِى وُجُوْدِهِ  تَعَالَى شَكٌّ. أَفِى اللهِ شّكٌّ فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضِ ؟ (اِبْرَاهِيم:10).
PERHATIAN
Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal kepercayaan (16). Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau membicarakan hal itu (17). Tak ada kesangsian tentang adanya. ”Adakah orang ragu tentang Allah yang menciptakan langit dan bumi”? (Surat Ibrahim:10).
وَقَدْ سَدَّ القُرْآنُ عَلَى الْعُقُولِ بَابَ الْخَوضِ فِيْمَا لاَ تَبْلُغُهُ الْمَدَارِكُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ. وَنَصَّ عَلَى اَنَّ قُوَّةَ الْعَقْلِ مَحْدُودَةٌ وَاَنَّهُ مُحِيْطٌ بِالنَّاسِ فِى قَوْلِهِ: يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِهِ عِلْمًا. وَكَفَى بِالْمُؤمِنِيْنَ شُغْلاً أَنْ يَتَدَبَّرُوْا فِى مَخْلُوْقَاتِهِ لِيَسْتَدِلُّوْا عَلَى وُجُودِهِ وَقُدْرَتِهِ وَحِكْمَتِهِ (18).
Memang Al-Qur’an telah menutup pintu pemikiran dalam membicarakan hal yang tak mungkin tercapai oleh akal dengan firman-Nya yang berbunyi: ”Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya”. (QS.Syura: 11). Diapun telah menjelaskan bahwa kekuatan akal itu terbatas dan bahwa Dia meliputi semua manusia, dalam firman-Nya: “Dia tahu segala yang ada dimuka dan dibelakang mereka sedang pengetahuan mereka tak mungkin mendalami-Nya.” (Surat Thaha ayat 110). Bagi orang mukmin cukuplah bila mereka memikirkan segala makhluk-Nya, guna membuktikan ada-Nya, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.(18)

الإِيمَانُ بِالمَلَائَِكَةِ

يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نُؤْمِنَ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى مَلاَئِكَةً اُوْلِى أََجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ (19)  وَأَنَّهُمْ عِبَادٌ مُكْرَمُوْنَ لاَ يَعْصُوْنَ اللهََ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ (20) وَلاَ يَأْكُلُوْنَ وَلاَ يَشْرَبُوْنَ (21) وَلاَ يَتَزَوَّجُوْنَ وَلاَ يَنَامُوْنَ (22) يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لاَ يَفْتَرُوْنَ (23) وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنهُم مَقَامٌ مَعْلُوْمٌ (24) فَمِنهُمْ حَمَلَةُ الْعَرْشِ (25) وَمِنهُمْ سَفَرَةٌ  (26) كَجِبْرِيْلَ (27) وَمِيْكَائِيْلَ (28) وَمِنهُمْ حَفَظَةٌ وَمِنهُمْ كَتَبَةٌ (29) وَلاَ يَجُوْزُ لَنَا أَنْ نَصِفَ مَلاَئِكَةَ إِلاَّ بِمَا وَرَدَ عَنِ الشَّرْعِ (31).
IMAN KEPADA MALAIKAT
Kita wajib percaya, Allah itu mempunyai malaikat yang bersayap, ada yang dua, ada yang tiga dan ada yang empat (19). Dan mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan yang tidak pernah menentang perintah-Nya dan mereka senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan (20). Mereka tidak makan dan tidak minum (21). Tidak menikah dan tidak tidur (22). Dan sepanjang masa tidak putus-putusnya mereka mensucikan Tuhan (23). Dan masing-masing dari mereka mempunyai kedudukan atau tugas tertentu (24). Ada yang memikul Arsy tuhan (25) ada yang menjadi utusan (26), seperti Jibril (27), dan Mikail (28) dan ada yang mengamati serta mencatat (amal manusia) (29). Kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat kecuali dengan apa yang diterangkan oleh syara’ (30).
تَنْبِيْهٌ

لَمْ يُطَالِِبْنَا الله بِأَنْ نَعْلَمَ مَاهِيَّةَ مَلاَئِكَةِ بَلْ اَمَرَنَا الله بِالإِيْمَانِ بِوُجُوْدِهِمْ وَقَدْ رَآهُمُ الأَنْبِيَاءُ فِى صُوْرَةٍ بَشَرِيَّةٍ وَغَيرِهَا (31) وَقَدْ تَوَاتَرَ خَبَرُ ذَالِكِ وَلاَ يُمْكِنُنَا أَنْ نَصِفَ مَلاَئِكَةَ اِلاَّ بِمَا وَرَدَ عَنِ المَعْصُومِ صَلّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِنَقْلٍ صَحِيحٍ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ (مُدَثِّر: 31)

PERHATIAN
Oleh Allah kita dituntut untuk mengetahui hakekat Malaikat, kita hanya diperintahkan agar percaya akan adanya, adapun para Nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa manusia ataupun lain-lainnya (31). Tentang hal ini beritanya telah mutawattir (menyakinkan). Namun kita tidak boleh menggambarkan tentang Malaikat, kecuali dengan dasar keterangan dari Nabi s.a.w. yang sampai kepada kita dengan pemberitaan yang menyakinkan.” Dan tiada seorangpun yang mengetahui hakekat tentara (Malaikat) Tuhannmu selain Dia.” (Surat Mudatstsir:31)

الإِيمَانُ بِالكُتُبِ

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِأَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ اَنْزَلَ كُتُبًا عَلَى رَسُوْلِهِ لِإِصْلاَحِ الْبَشَرِ فِى دِيْنِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ (32) مِنْهَا الزَّبُوْرُ لِدَاوُدَ (33) وَالتَّورَاةُ لِمُوسَى (34) وَالإِنْجِيلُ لِعِيسَى (35) وَالقُرْانُ لِمُحَمَّدٍ (36) خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ عَلَيْهِمُ الصَّلاَةُ وَالسَّلاّمُ (37) وَأَنَّ الْقُرْآنَ كَلاَمُ اللهِ وَآخِرُ الْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ وَاَنَّهُ يَشْتَمِلُ عَلَى مَالَمْ يَشْتَمِلْ عَلَيهِ غَيْرُهُ مِنَ الشَّرَائِعِ وَمَكَارِمِ الأَخْلاَقِ وَفَضَائِلِ الأَحْكَامِ (38).
IMAN KEPADA KITAB
Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulNya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka (32). Di antara kitab-kitab itu, ialah Zabur kepada Nabi Dawud (33), Taurat kepada Nabi Musa (34), Injil kepada Nabi ‘Isa (35) dan qur’an pada Nabi Muhammad (36) yang menjadi penutup sekalian Nabi ‘alaihimus shalatu was salam (37). Dan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah dan kitab terakhir yang diturunkan, yang memuat apa yang tidak termuat pada lainnya, mengenai syaria’t, budi luhur dan kesempurnan hukum (38).
تَنْبِيْهٌ
يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36). وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أََوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN
Kita wajib percaya akan hal yang di bawa oleh Nabi s.a.w. yakni Al-Qur’an dan berita dari Nabi s.a.w yang mutawattir dan memenuhi syarat-syaratnya. Dan yang wajib kita percayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tidak boleh menambah – nambah keterangan yang sudah tegas – tegas itu dengan keterangan berdasarkan pertimbangan (perkiraan), karena firman Allah: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Surat Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keangungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepad Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.

الإِيمَانُ بِالرُّسُلِ

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنُ بِاَنَّ الله الحَكِيْمَ اَرْسَلَ رُسُلاً لِهِدَايَةِ النَّاسِ إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ (39) وَ الرُّسُلُ هُمْ بَشَرٌ مِثْلُنَا يَأْكُلُونَ وَيَشْرَبُونَ وَيَمْشُونَ فِى الأَسْوَاقِ (40) اِصْطَفَاهُمْ الله لِرِسَالَتِهِ وَاخْتَصَّهُمْ بِالْوَحْىِ وَهُمْ صَادِقُونَ (41) أُمَنَاءُ (42) مُبَلِّغُونَ الرِّسَالَةَ (43) فُطَنَاءُ يَفْهَمُونَ وَ يُفْهِمُونَ (44) وَاَنَّهُمْ بَشَرٌ يَعْتَرِيْهِمْ مَايَعْتَرِى سَائِرُ الاَفْرَادِ مِمَّا لاَ يَمَسُّ كَرَامَتَهُمْ فِى مَرَاتِبِهِمُ العاَلِيَةِ (45). وَمِنَ الرُّسُلِ الَّذِيْنَ وَرَدَتْ اَسْمَاءُ هُمْ فِى القُرْآنِ هُمْ اَدَمُ, إِدْرِيْسُ, نُوْحٌ, هُوْدٌ, صَالِحٌ, إِبْرَاهِيمُ, اِسْمَاعِيْلُ, اِسْحَاقُ, يَعْقُوبُ, يُوسُفُ, لُوطٌ, اَيُّوبُ, شُعَيْبٌ, مُوسَى, هَارُونُ, ذُوالكِفْلِ, دَاوُدَ, سُلَيمَانُ, اِلْيَاسُ. اَلْيَسَعُ, يُونُسُ, زَكَرِيَّا, يَحْيَى, عِيسَى, مُحَمَّدٌ عَلَيهِمُ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ (46) وَمِنهُمْ مَنْ لَمْ يَقْصُصْهُمُ الله عَلَيْنَا(47) وَاِنَّ مِنْ اُمَّةٍ اِلاَّ خَلاَفِيْهَا نَذِيْرٌ. (48) وَقَدْ اَيَّدَهُمُ الله بِالآيَاتِ وَالمُعْجِزَاتِ البَاهِرَةِ (49).
IMAN KEPADA RASUL
Kita wajib percaya bahwa Allah Yang Maha Bijaksana telah mengutus para rasul untuk memberi petunjuk ummat manusia akan jalan yang lurus. Mereka adalah pembawa berita gembira dan peringatan, agar bagi manusia tiada alasan untuk membantah Allah setelah diutusnya para Rasul (39). Para rasul itu adalah manusia seperti kita: makan, minum dan pergi ke pasar (40). Yang telah dipilih oleh Allah, menjadi utusan-Nya dan mengistimewakan mereka dengan diberi wahyu. Mereka adalah orang-orang yang jujur (41), terpercaya (42) menyampaikan tugas mereka (43) dan cerdas, dapat memhami dan memahamkan (44). Mereka adalah manusia yang mengalami yang biasa dialami oleh orang lain selagi tidak mengurangi kehormatan mereka dalam martabat mereka yang luhur (45). Diantara para Rasul yang tersebut nama mereka dalam qur’an adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Luth, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa. Yunus, Zakariya, Yahya, Isa dan Muhammad ‘alaihimus-shalatu wassalam (46).
Dan ada Rasul-rasul-Nya yang tidak diberitakan Allah kepada kita (47). Tiada ummat yang terdahulu melainkan pernah kedatangan Nabi (48). Dan Allah telah mengokohkan mereka dengan beberapa pembuktian dan segala macam mu’jizat yang nyata (49).
تَنْبِيْهٌ
لَقَدْ ثَبَتَ بِاَنَّ مِمَّا تَتَنَا وَلُهُ القُدْرَةُ الاِلهِيَّةُ أَنْ تُصْدِرَ أُمُوْرًا خَارِقَةً لِلعَادَةِ حَصَلَتْ لِاَنْبِيَاءِالله, تَأْيِيْدًا لِرِسَالَتِهِمْ وَاِعْجَازًا لِمُعَارِضِيْهِمْ وَاَيَةً عَلَى مُنْكِرِيْهِمْ مِثْلَ مَاوَرَدَ فِى القُرْآنِ مِنْ عَدَمِ اِحْرَاقِ النَّارِ لِاِبْرَاهِيْمَ (50) وَانْقِلاَبِ العَصَا ثُعْبَانًالِمُوسَى (51) وَاِحْيَاءِ المَوْتَى لِعِيْسَى(52) واِنْزَالِ القُرْاَنِ لِمُحَمَّدٍ (53) وَغَيرِ ذَالِكَ مِمَّا وَرَدَ فِى مَوَاضِعَ مُتَعَدِّدَةٍ وَكُلُّ مَاوَرَدَ مِنْ ذَالِكَ فَهُوَ حَقٌّ يَجِبُ الإِيْمَانُ بِهِ.

PERHATIAN
Adalah suatu kebenaran, bahwa kekuasaan Allah dapat mengadakan hal-hal yang menyimpang dari hukum kebiasaan yang pernah berlaku bagi para Nabi untuk menguatkan penugasan dan menundukkan lawan-lawan mereka dan tanda kebenaran mereka terhadap mereka yang mengingkari, misalnya apa yang tersebut dalam Qur’an : api yang tak membakar Nabi Ibrahim (50), tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular (51), Nabi Isa yang dapat menghidupkan kembali orang mati (52), dan diturunkannya al-Qur’an bagi Nabi Muhammad (53) ,dan lain sebagainya yang tersebut dalam beberapa ayat, dan semua itu adalah hal yang wajib diimani.

الإِيْمَانُ بِا لْيَوم ِالآخِرِ

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِا لْيَوم ِالآخِرِ وَمَا اشْتَمَلَ عَلَيهِ مِنْ خَرَابِ هَذِهِ العَوَالِمِ وَمَا اَخْبَرَ بِهِ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَتَوَاتَرَ مِنَ البَعْثِ (54) وَالنَّشْرِ (55) وَالحِسَابِ   (56) وَالجَزَاءِ (67) فَيَقْضِى الله بَيْنَهُمْ فَمِنْهُمْ مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ خَالِدًا فِيْهَا وَلاَ يَخْرُجُ مِنْهَا وَهُمُ الكَافِرُوْنَ وَالْمُشْرِكُوْنَ (58) وَمِنْهُمْ مَنْ يَدْخُلُ فِيْهَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهَا وَهُمُ الْمُؤْمِنُونَ العَاصُوْنَ (59) وَمِنْهُمْ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَيَخْلَدُ وَهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ الصَّادِقُونَ    (60)

IMAN PADA HARI KEMUDIAN
Kita wajib percaya tentang adanya hari akhir dan segala yang terjadi di dalamnya tentang kerusakan ‘alam ini’, serta percaya akan hal-hal yang diberitakan oleh Rasulullah dengan riwayat mutawattir tentang kebangkitan dari kubur (54), pengumpulan di Makhsyar (55), pemeriksaan (56) dan pembalasan (57). Maka Allah memberi keputusan tentang perbuatan orang, lalu ada yang masuk neraka selama-lamanya tidak keluar dari padanya, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik (58), dan ada yang masuk kemudian keluar dari neraka, yaitu orang-orang mukmin yang berbuat dosa (59) dan ada yang masuk sorga dan kekal, yaitu orang-orang mukmin yang benar-benarnya (60).

الاِيمَانُ بِالقَضَاءِ وَالقَدَرِ
يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نُؤْمِنَ بِأَنَّ اللهَ خَلَقَ كُلَّ شَيئٍ (6) وَأَمَرَ وَنَهَى (62) وَكَانَ أَمْرُاللهِ قَدَرًا مَقْدُوْرًا (63) وَأَنَّ اللهَ قَدَّرَ كُلَّ شَيئٍ قَبْلَ خَلْقِ الْخَلْقِ يُصَرِّفُ الكَائِنَاتِ عَلَى مُقْتَضَى عِلْمِهِ وَاخْتِيَارِهِ وَحِكْمَتِهِ وَإِرَادَتِهِ (64) وَالاَفْعَالُ الصَّادِرَةُ عَنِ الْعِبَادِ كُلُّهَا بِقَضَاءِ اللهِ وَقَضَرِهِ (65) وَلَيْسَ لِلعِبَادِ اِلاَّ الإِخْتِيَارِ.
فَالتَّقْدِيْرُ مِنَ اللهِ وَالكَسْبُ مِنَ الْعِبَادِ فَحَرَكَةُ الْعَبْدِ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا إِلَى قُدْرَتِهِ تُسَمَّى كَسْبًا لَهُ (66) وَ بِاعْتِبَارِ نِسْبَتِهَا قُدْرَةِ اللهِ خَلْقًا (67) وَالْعِبَادُ يَتَصَرَّفُ نَصِيْبَهُ مِمَّا اَنْعَمَ اللهُ بِهِ عَلَيْهِ مِنَ الرِّزْقِ وَغَيْرِهِ (68).
IMAN KEPADA QADLA DAN QADAR
Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu (61) dan dia telah menyuruh dan melarang (62). Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan (63). Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya (64). Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’dan Qadar-Nya (65), sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar.
Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri (66). Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah (67). Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain (68).

خَاتِمَةٌ
هَذِِهِ هِىَ أُصُوْلُ الْعَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ وَرَدَبِهَا القُرْآنُ وَالسُّنَّةُ وَشَهِدَتْ بِهَا الاَثَارُ المُتَوَاتِرَةُ. فَمَنِ اعْتَقَدَ جَمِيْعَ ذَالِكَ مُوْقِنًا بِهِ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْحَقِّ وَالسُّنَّةِ وَفَارَقَ أَهْلَ الْبِدْعَةِ وَالضَّلاَلِ. فَنَسْأَلُ اللهَ كَمَالَ الْيَقِيْنِ وَالثَّبَاتَ فِى الدِّيْنِ لَنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ, اِنَّهُ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
PENUTUP
Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar terdapat dalam quran dan hadits yang dikuatkan oleh pemberitaan-pemberitaan yang mutawattir. Maka barang siapa percaya akan semua itu dengan kenyakinan yang teguh, masuklah ia kepada golongan mereka yang memegang kebenaran dan tuntunan Nabi serta lepas dari golongan ahli bid’ah dan kesesatan. Selanjutnya kita mohon kepada Allah kenyakinan yang kuat dan keteguhan menjalankan agama-Nya. Kita berdo’a untuk kita seluruh ummat Islam. Sesungguhnya Tuhanlah Yang Maha Penyayang.  Semoga Allah melimpahkan kemurahan kepada junjungan Nabi Muhammmad s.a.w. penutup para Nabi dan Rasul serta kepada keluarga dan sahabatnya.

 

Senin, 10 Maret 2014


Hukum Menerima Bantuan 'Bodong' (Jumlah Tidak Sesuai Kwitansi)

Pertanyaan dari: Mudrikah Budiarti, Bendahara PWA Propinsi Lampung
(disidangkan pada hari Jum'at, 21 Muharram 1428 H / 9 Februari 2007 M) 
Pertanyaan:
Sudah sering kita dengar bahwa sekolah-sekolah dan amal usaha Muhammadiyah menerima bantuan-bantuan “bodong”. Itu istilah umum untuk dana bantuan yang besarnya berbeda antara kuitansi/laporan dengan nominal yang diterima. Bahkan sudah umum bantuan dari instansi/departemen dengan potongan sekian persen tanpa tanda terima dan sebagian besar orang menganggap hal itu sebagai hal yang wajar. Saya dalam hal ini sebagai bendahara merasa tidak punya pegangan aturan yang pasti selain mengikuti keputusan rapat pleno. Mohon dengan sangat melalui Majelis Tarjih dan Tajdid yang saya kira paling berwenang, memberikan fatwanya. 
Jawaban:
Dari pertanyaan yang Ibu sampaikan dapat kiranya dikatakan bahwa telah terjadi pemotongan atau pengambilan sebagian dana (uang) bantuan untuk amal usaha Muhammadiyah secara tidak sah oleh pihak atau oknum yang mengurusi penyaluran bantuan tersebut. Akibat pemotongan tersebut, maka dana (uang) bantuan menjadi berkurang, namun dalam laporan (administrasi) harus disebutkan diterima secara utuh dan penuh.
Terhadap perbuatan tersebut dapat diberi penjelasan sebagai berikut:
1.    Pihak atau oknum yang diberi amanat untuk menyalurkan dana (uang) bantuan yang memotong secara tidak sah tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pengkhianatan terhadap amanah. Perbuatan ini dilarang dalam agama. Allah berfirman:

Artinya:     “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” [QS. al-Anfal (8): 27]

2.      Pihak atau oknum pegawai yang memotong dana (uang) bantuan, termasuk melakukan perbuatan ghulul (korupsi). Perbuatan mi dilarang oleh agama. Allah berfirman: 


Artinya:     “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” [QS. Ali Imran (3):161]

Dalam hadits disebutkan:

عَنْ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ. [رواه أبو داود]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya dari Nabi saw, beliau bersabda: Barangsiapa yang telah kami angkat sebagai pegawai dalam suatu jabatan kemudian kami berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gaji itu adalah korupsi.” [HR. Abu Daud]

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ[رواه أحمد]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Humaid as Sa‘idy bahwa Rasulullah saw bersabda: Hadiah yang diterima para pegawai adalah korupsi.” [HR. Ahmad]

3.    Pihak yang menerima yang menyetujui dana (uang) bantuan yang telah dipotong, dapat dikategorikan sebagai persengkokolan atau secara langsung atau tidak langsung memberi bantuan untuk melakukan tindakan ma‘shiyat (melawan hukum Allah) atau perbuatan dosa.Perbuatan sepeerti itu dilarang oleh agama. Allah berfirman:
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. al-Maidah (5): 2]

4.  Pihak penerima dana (uang) bantuan setelah dilakukan pemotongan, kemudian melaporkan atau menuliskan secara utuh dan penuh seolah-olah tidak ada pemotongan, perbuatan seperti itu adalah merupakan sebuah kebohongan. Agama melarang kebohongan dan menjadikan sebagai sebagian dari tanda-tanda orang munafik. Dalam hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ[متفق عليه]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: apabila berkata ia bohong, apabila berjanji ia tidak menepati, apabila dipercaya ia berkhianat.” [Muttafaq ‘alaih]

Berdasar pada dalil-dalil di atas, jelas bahwa pemotongan dana (uang) bantuan sebagaimana yang Ibu sebutkan adalah termasuk perbuatan munkar atau ma’shiyat atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Terhadap posisi Ibu, sebagai bendahara yang tidak dapat tidak harus mengikuti keputusan pleno, maka jika keputusan itu mentolerir adanya pemotongan, kami bependapat posisi Ibu dalam keadaan terpaksa atau darurat atau setidak-tidaknya dalam posisi menghadapi sesuatu yang sangat sulit untuk ditolak.
Menghadapi perbuatan mungkar tersebut, Islam mengajarkan agar berusaha dan berani mencegahnya. Allah berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” [QS. Ali Imran (3); 104]

Surah at- Taubah Ayat 71:
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar.” [QS. at-Taubah (9): 71]

Dalam hadits diterangkan:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ[رواه مسلم عن أبي سعيد]

Artinya: “Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangan (kekuatan)nya: jika tidak dapat, maka dengan lisannya; dan jika tidak dapat, maka dengan hati (do‘a)nya; dan hal yang demikian itu adalah iman yang paling lemah.” [HR. Muslim dari Abu Sa’id]

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لاَ يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللهُ بِعِقَابِهِ
[رواه ابن ماجه عن قيس بن أبي حازم]

Artinya: Sesungguhnya manusia jika melihat kemungkaran tidak melakukan perubahan, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan adzabnya. [HR. Ibnu Majah dari Qais Ibn Abi Hazim]

Mengingat bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah; maka sudah seharusnya warga Muhammadiyah memulai dari diri sendiri untuk memberantas pemotongan dana (uang) bantuan seperti yang disebutkan di atas, karena hal itu merupakan salah satu bentuk dan praktik korupsi. Untuk Iebih memperluas wawasan tentang pemberantasan korupsi dalam pandangan ulama Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menerbitkan buku berjudul: FIKIH ANTI KORUPSI PERSPEKTIF ULAMA MUHAMMADIYAH.
Wallahu a‘lam bish-shawab. *dw)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
 

Minggu, 02 Februari 2014




FINLANDIA SEBAGAI NEGARA DENGAN PENDIDIKAN TERBAIK NOMOR 1 DI DUNIA
"The mediocre teacher tells, 
The good teacher explains, 
The superior teacher demonstrates, 
THE GREAT TEACHER INSPIRES !" 
(William Arthur Ward) 

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Jawabnya adalah: Finlandia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki tersebut,memang luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia.

Peringkat satu dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA, mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas! Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi negara dengan kualitas pendidikan nomor satu dunia?

Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam per minggu.

Lalu apa kuncinya?

Ternyata kuncinya terletak pada kualitas guru!

Guru-guru Finlandia boleh adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah terlalu besar. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Tingkat persaingan lebih ketat dibandingkan masuk ke fakultas bergengsi lain seperti fakultas hukum atau kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya hanya memiliki kualitas seadanya dan merupakan hasil didikan perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.

Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan pelatihan guru yang berkualitas, tak salah jika mereka menjadi guru-guru dengan kualitas luarbiasa. Dengan kualifikasi dan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan test itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak test membuat guru cenderung mengajar siswa hanya untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Kalau siswa bertanggungjawab, mereka guru bekeja lebih bebas karena tidak harus selalu mengontrol mereka. Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita hanya menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.


Di Finlandia guru tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan. Siswa yang lambat mendapat dukungan secara intensif baik oleh guru maupun siswa lain. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaannya antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk.

Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar danprilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan  membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan!!!! Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.

Kehebatan dan keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!
Itu benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab.
 
 

Minggu, 05 Januari 2014


Hukum MLM Dalam Pandangan Islam 

 

Multilevel marketing – secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan hubungan pada dua level yang berbeda atas dan bawah, maka seseorang disebut up line jika mempunyai down line, baik satu maupun lebih. Bisnis yang menggunakan multilevel marketing ini memang digerakkan dengan jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Meski masing-masing perusahaan dan pebisnisnya menyebut dengan istilah yang berbeda-beda. Demikian juga dengan bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal, dan horisontal. Misalnya, Gold Quest dari satu orang disebut TCO (tracking centre owner), untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dia harus mempunyai jaringan; 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri, sehingga baru disebut satu level. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Masing-masing level tersebut kemudian mendapatkan bonus (komisi) sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. Meski perusahaan ini tidak menyebut dengan istilah multilevel marketing, namun diakui atau tidak, sejatinya praktek yang digunakan adalah praktek multilevel marketing.

Demikian halnya dengan praktek pebisnis yang lainnya dengan aturan dan mekanisme yang berbeda. Misalnya, dari atas ke bawah, tanpa ditentukan struktur horizontalnya, tetapi langsung dari atas ke bawah. Setelah itu, masing-masing level tadi mendapatkan bonus dari perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang dipatok oleh masing-masing perusahaan yang diikutinya.

Untuk masuk dalam jaringan bisnis pemasaran seperti ini, biasanya setiap orang harus menjadi member (anggota jaringan) —ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor— kadangkala membership tersebut dilakukan dengan mengisi formulir membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran, disertai dengan pembelian produk tertentu agar member tersebut mempunyai point, dan kadang tanpa pembelian produk. Dalam hal ini, perolehan point menjadi sangat penting, karena kadangkala suatu perusahaan multilevel marketing menjadi point sebagai ukuran besar kecilnya bonus yang diperoleh. Point tersebut bisa dihitung berdasarkan pembelian langsung, atau tidak langsung. Pembelian langsung biasanya dilakukan oleh masing-masing member, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan member tersebut. Dari sini, kemudian ada istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah dengan potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member.

Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee (pemakelaran) —sebagaimana istilah mereka yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan include di dalamnya pembelian produk. Dalan hal ini, satu member Gold Quest harus membangun formasi 5-5 untuk satu levelnya, dan cukup sekali pendaftaran diri menjadi membership, maka member tersebut tetap berhak mendapatkan bonus. Tanpa dihitung lagi, berapa pembelian langsung maupun tak langsungnya. Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perusahaan lain. Seorang member/distributor harus menseponsori orang lain agar menjadi member/distributor dan orang ini menjadi down line dari orang yang menseponsorinya (up line-nya). Begitu seterusnya up line “harus” membimbing down line-nya untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan. Sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan. Sekalipun tidak ditentukan formasi jaringan horizontal maupun vertikalnya.

Fakta Umum Multilevel Marketing

Dari paparan di atas, jelas menunjukkan bahwa multilevel marketing —sebagai bisnis pemasaran— tersebut adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu; bisa top-down (atas-bawah) atau left-right (kiri-kanan), dengan kata lain, vertikal atau horizontal; atau perpaduan antara keduanya. Namun formasi seperti ini tidak akan hidup dan berjalan, jika tidak ada benefit (keuntungan), yang berupa bonus. Bentuknya, bisa berupa (1) potongan harga, (2) bonus pembelian langsung, (3) bonus jaringan –istilah lainnya komisi kepemimpinan. Dari ketiga jenis bonus tersebut, jenis bonus ketigalah yang diterapkan di hampir semua bisnis multilevel marketing, baik yang secara langsung menamakan dirinya bisnis MLM ataupun tidak, seperti Gold Quest, dll. Sementara bonus jaringan adalah bonus yang diberikan karena faktor jasa masing-masing member dalam membanguan formasi jaringannya. Dengan kata lain, bonus ini diberikan kepada member yang bersangkutan, karena telah berjasa menjualkan produk perusahaan secara tidak langsung. Meski, perusahaan tersebut tidak menyebutkan secara langsung dengan istilah referee (pemakelaran) seperti kasus Gold Quest, —istilah lainnya sponsor, promotor— namun pada dasarnya bonus jaringan seperti ini juga merupakan referee (pemakelaran).

Karena itu, posisi member dalam jaringan MLM ini, tidak lepas dari dua posisi: (1) pembeli langsung, (2) makelar. Disebut pembeli langsung manakala sebagai member, dia melakukan transaksi pembelian secara langsung, baik kepada perusahaan maupun melalui distributor atau pusat stock. Disebut makelar, karena dia telah menjadi perantara —melalui perekrutan yang telah dia lakukan— bagi orang lain untuk menjadi member dan membeli produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi dalam bisnis MLM yang menamakan multilevel marketing, maupun refereal business.

Dari sini, kasus tersebut bisa dikaji berdasarkan dua fakta di atas, yaitu fakta pembelian langsung dan fakta makelar. Dalam prakteknya, pembelian langsung yang dilakukan, disamping mendapatkan bonus langsung, berupa potongan, juga point yang secara akumulatif akan dinominalkan dengan sejumlah uang tertentu. Pada saat yang sama, melalui formasi jaringan yang dibentuknya, orang tersebut bisa mendapatkan bonus tidak langsung. Padahal, bonus yang kedua merupakan bonus yang dihasilkan melalui proses pemakelaran, seperti yang telah dikemukakan.

Hukum Syara’ Seputar Dua Akad dan Makelar

Dari fakta-fakta umum yang telah dikemukakan di atas, bisa disimpulkan bahwa praktek multilevel marketing tersebut tidak bisa dilepaskan dari dua hukum, bisa salah satunya, atau kedua-duanya sekaligus:
1. Hukum dua akad dalam satu transaksi, atau yang dikenal dengan istilah shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad jual-beli (bay’), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran).
2. Hukum pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik (malik) langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi.
Mengenai kasus shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, telah banyak dinyatakan dalam hadits Nabis Saw, antara lain, sebagai berikut:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. Yang menyatakan:
“Nabi Saw, telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”*1)
Dalam hal ini, asy-Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan:
Jika seseorang mengatakan: “Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda.”*2)
Dalam konteks ini, maksud dari bay’atayn fi bay’ah adalah melakukan dua akad dalam satu transaksi, akad yang pertama adalah akad jual beli budak, sedangkan yang kedua adalah akad jual-beli rumah. Namun, masing-masing dinyatakan sebagai ketentuan yang mengikat satu sama lain, sehingga terjadilah dua transaksi tersebut include dalam satu aqad.
2. Hadits dari al-Bazzar dan Ahmad, dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan:
“Rasululllah Saw telah melarang dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).”*3)
Hadits yang senada dikemukan oleh at-Thabrani dalam kitabnya, al-Awsath, dengan redaksi sebagai berikut:
“Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).”*4)
Maksud hadits ini sama dengan hadits yang telah dinyatakan dalam point 1 di atas. Dalam hal ini, Rasulullah Saw, dengan tegas melarang praktek dua akad (kesepakatan) dalam satu aqad (kesepakatan).
3. Hadits Ibn Majah, al-Hakim dan Ibn Hibban dari ‘Amr bin Syuyb, dari bapaknya, dari kakeknya, dengan redaksi:
“Tidak dihalalkan salaf (akad pemesanan barang) dengan jual-beli, dan tidak dihalalkan dua syarat dalam satu transaksi jual-beli.”*5)
Hadits ini menegaskan larangan dalam dua konteks hadits sebelumnya, dengan disertai contoh kasus, yaitu akad salaf, atau akad pemesanan barang dengan pembayaran di depan, atau semacam inden barang, dengan akad jual-beli dalam satu transaksi, atau akad. Untuk mempertegas konteks hadits yang terakhir ini, penjelasan as-Sarakhsi —penganut mazhab Hanafi— bisa digunakan. Beliau juga menjelaskan, bahwa melakukan transaksi jual-beli dengan ijarah (kontrak jasa) dalam satu akad juga termasuk larangan dalam hadits tersebut.*6)
Dari dalalah yang ada, baik yang menggunakan lafadz naha (melarang), maupun lâ tahillu/yahillu (tidak dihalalkan) menunjukkan, bahwa hukum muamalah yang disebutkan dalam hadits tersebut jelas haram. Sebab, ada lafadz dengan jelas menunjukkan keharamannya, seperti lâ tahillu/yahillu. Ini mengenai dalil dan hukum yang berkaitan dengan dua transaksi dalam satu akad, serta manath hukumnya.

Mengenai akad (shafqah)-nya para ulama’ mendefinisikannya sebagai:
Akad merupakan hubungan antara ijab dan qabul dalam bentuk yang disyariatkan, dengan dampak yang ditetapkan pada tempatnya.*7)

Maka, suatu tasharruf qawli (tindakan lisan) dikatakan sebagai akad, jika ada ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan), ijab (penawaran) dari pihak pertama, sedangkan qabul (penerimaan) dari pihak kedua. Ijab dan qabul ini juga harus dilakukan secara syar’i, sehingga dampaknya juga halal bagi masing-masing pihak. Misalnya, seorang penjual barang menyakan: “Saya jual rumah saya ini kepada anda dengan harga 50 juta”, adalah bentuk penawaran (ijab), maka ketika si pembeli menyakan: “Saya beli rumah anda dengan harga 50 juta”, adalah penerimaan (qabul). Dampak ijab-qabul ini adalah masing-masing pihak mendapatkan hasil dari akadnya; si penjual berhak mendapatkan uang si pembeli sebesar Rp. 50 juta, sedangkan si pembeli berhak mendapatkan rumah si penjual tadi. Inilah bentuk akad yang diperbolehkan oleh syara’.

Di samping itu, Islam telah menetapkan bahwa akad harus dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara: zat (barang atau benda) atau jasa (manfaat). Misalnya, akad syirkah dan jual beli adalah akad yang dilakukan terhadap zat (barang atau benda), sedangkan akad ijarah adah akad yang dilakukan terhadap jasa (manfaat). Selain terhadap dua hal ini, maka akad tersebut statusnya bathil.

Adapun praktek pemakelaran secara umum, hukumnya adalah boleh berdasarkan hadits Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani, yang menyatakan:
“Kami biasa membeli beberapa wasaq di Madinah, dan biasa menyebut diri kami dengan samasirah (bentuk plural dari simsar, makelar), kemudian Rasulullah Saw keluar menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik daripada sebutan kami. Beliau menyatakan: ‘Wahai para tujjar (bentuk plural dari tajir, pedagang), sesungguhnya jual-beli itu selalu dihinggapi kelalaian dan sesumpah, maka bersihkan dengan sedekah’.”* 
Hanya, yang perlu dipahami adalah fakta pemakelaran yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah Saw sebagaimana yang dijelaskan oleh as-Sarakhsi ketika mengemukakan hadits ini adalah:

”Simsar adalah sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain dengan kompensasi (upah atau bonus). Baik untuk menjual maupun membeli.”*9)
Ulama’ penganut Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya, al-Mutalli’, telah meyatakan definisi tentang pemakelaran, yang dalam fiqih dikenal dengan samsarah, atau dalal tersebut, seraya menyakan:
“Jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli; dikatakan: saya telah menunjukkan anda pada sesuatu —dengan difathah dal-nya, dalalat(an), dan dilalat(an), serta didahmmah dalnya, dalul(an), atau dululat(an)— jika anda menunjukkan kepadanya, yaitu jika seorang pembeli menunjukkan kepadanya, maka orang itu adalah simsar (makelar) antara keduanya (pembeli dan penjual), dan juga disebut dalal.”*10)

Dari batasan-batasn tentang pemakelaran di atas, bisa disimpulkan, bahwa pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (malik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawwith al-mutawwith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran.

Hukum Dua Akad Dan Makelar Dalam Praktek MLM

Mengenai status MLM, maka dalam hal ini perlu diklasifikasikan berdasarkan fakta masing-masing. Dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, maka bisa disimpulkan:
1. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, yang untuk itu orang yang akan menjadi member tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member —apapun istilahnya, apakah membeli posisi ataupun yang lain— disertai membeli produk. Pada waktu yang sama, dia menjadi referee (makelar) bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, maka praktek MLM seperti ini, jelar termasuk dalam kategori hadits: shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, dalam hal ini, orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran secara bersama-sama dalam satu akad. Maka, praktek seperti ini jelas diharamkan sebagaimana hadits di atas.
2. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk, meski untuk itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (point), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya, maka praktek ini juga termasuk dalam kategori shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu. Dampaknya, ketika pada suatu hari dia membeli produk –meski pada saat mendaftar menjadi member tidak melakukan pembelian– dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat bonus (point) karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member. Dengan demikian pada saat itu ia menandatangani dua akad yaitu akad membership dan akad samsarah (pemakelaran).
3. Pada saat yang sama, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang. Kasus ini, persis seperti orang yang mendaftar sebagai anggota asuransi, dengan membayar polis asuransi untuk mendapatkan jaminan P.T. Asuransi. Berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon, yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dan karenanya, MLM seperti ini juga telah melanggar ketentuan akad syar’i, sehingga hukumnya tetap haram.

Ini dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, yang jelas hukumnya haram. Adapun dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, maka bisa disimpulkan, semua MLM hampir dipastikan mempraktekkan samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran terhadap pemakelaran). Karena justru inilah yang menjadi kunci bisnis multilevel marketing. Karena itu, dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, bisa dikatakan MLM yang ada saat ini tidak ada yang terlepas dari praktek ini. Padahal, sebagaimana yang dijelaskan di atas, praktek samsarah ‘ala samsarah jelas bertentangan dengan praktek samsarah dalam Islam. Maka, dari aspek yang kedua ini, MLM yang ada saat ini, prakteknya jelas telah menyimpang dari syariat islam. Dengan demikian hukumnya haram.

Kesimpulan

Inilah fakta, dalil-dalil, pandangan ulama’ terhadap fakta dalil serta status tahqiq al-manath hukum MLM, dilihat dari aspek muamalahnya. Analisis ini berpijak kepada fakta aktivitasnya, bukan produk barangnya, yang dikembangkan dalam bisnis MLM secara umum. Jika hukum MLM dirumuskan dengan hanya melihat atau berpijak pada produknya —apakah halal ataukah haram— maka hal itu justru meninggalkan realita pokoknya, karena MLM adalah bentuk transaksi (akad) muamalah. Oleh karenanya hukum MLM harus dirumuskan dengan menganalisis keduanya, baik akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) yang ada dalam MLM telah dijelaskan dalam paparan di atas.

Adapun dari aspek produknya, memang ada yang halal dan haram. Meski demikian, jika produk yang halal tersebut diperoleh dengan cara yang tidak syar’i, maka akadnya batil dan kepemilikannya juga tidak sah. Sebab, kepemilikan itu merupakan izin yang diberikan oleh pembuat syariat (idzn asy-syari’) untuk memanfaatkan zat atau jasa tertentu. Izin syara’ dalam kasus ini diperoleh, jika akad tersebut dilakukan secara syar’i, baik dari aspek muamalahnya, maupun barangnya.

Dengan melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang diperjual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara’ baik dari sisi shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan akad karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat diskon dan bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya adalah haram.

Namun, jika ada MLM yang produknya halal, dan dijalankan sesuai dengan syariat Islam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran). Serta ketentuan hukum syara’ yang lain, maka tentu diperbolehkan. Masalahnya adakah MLM yang demikian?! Dari Pengalaman Penulis Sendiri,, hampir dipastiakan tdk ada MLM yang demikian.


Zainal Abidin Al-Floresi
Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus PCM Ngronggot Nganjuk

 


Sejarah Masjid Yang Pertama Kali Dibangun Rasulullah SAW 


Rasulullah SAW meletakkan batu pertama Masjid Quba tepat di kiblatnya.
Semua masjid yang berada di Makkah, Madinah, dan Palestina selalu istimewa bagi umat Islam. Masjid-masjid ini punya nilai yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Begitupun dengan masjid Quba. 

Menilik dari sejarahnya, Masjid Quba punya nilai historis yang sangat tinggi.  Masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW. 

Masjid Quba dibangun pada awal peradaban Islam. Tepatnya, 8 Rabiul Awal pada 1 Hijriyah. Lokasinya berada di sebelah tenggara Kota Madinah, lima kilometer di luarnya.

Dulu, masjid ini dibangun dengan bahan yang sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu, renovasi banyak dilakukan Kerajaan Arab Saudi. 

Masjid ini juga mengalami perluasan. Dalam buku berjudul Sejarah Madinah Munawwarah yang ditulis Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dijelaskan masjid ini direnovasi besar-besaran pada 1986.

Kala itu, Pemerintah Arab Saudi bahkan mengeluarkan dana hingga 90 juta riyal Saudi untuk memperluas masjid ini yang nantinya bisa menampung 20 ribu jamaah yang mengunjunginya. 

Dalam sejarah yang dituliskan, tokoh Islam yang memegang peranan penting dalam pembangunan masjid ini adalah Sayyidina 'Ammar Radhiyallahu lanhu.

Ketika Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah, pria ini mengusulkan untuk membangun tempat berteduh bagi sang Nabi di kampung Quba yang tadinya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma. 

Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid yang sangat sederhana. Meskipun tak seberapa besar, paling tidak bangunan ini bisa menjadi tempat berteduh bagi rombongan Rasulullah. Mereka pun bisa beristirahat kala siang hari dan mendirikan shalat dengan tenang.

Rasulullah SAW meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu selanjutnya hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid. 

Rasullullah SAW dibantu para sahabat dan kaum Muslim yang lain. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini.

Tanpa kenal lelah, ia membawa batu-batu yang ukurannya sangat besar, hingga orang lain tak sanggup mengangkatnya. 
Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan penyusun masjid ini. Ammar memang selalu dikisahkan sebagai prajurit yang sangat perkasa bagi pasukan Islam. Dia mati syahid pada usia 92 tahun.
Pada awal pembangunannya yang dibangun dengan tangan Rasulullah sendiri masjid ini berdiri di atas kebun kurma. 
Luas kebun kurmanya kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya baru sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah sendiri pula yang mengonsep desain dan model masjidnya.
Meskipun sangat sederhana, Masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk masjid-masjid selanjutnya. Bangunan yang sangat sederhana kala itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid.

Masjid ini telah memiliki sebuah ruang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya. Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang.
Dulu, ruangan ini bertiangkan pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun korma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahnterdapat sebuah sumur tempat wudhu. 

Di sini, jamaah bisa mengambil air untuk membersihkan diri. Dalam masjid ini, kebersihan selalu terjaga, cahaya matahari dan udara pun dapat masuk dengan leluasa. [sp/rol]
 

Sabtu, 04 Januari 2014


Umar bin Khattab Cerdas Mengelola Keberanian 

oleh :

Hatta Syamsuddin

dakwatuna.com – Kegelisahan melanda sebagian besar pemuka Quraisy. Gurat wajah mereka mengeras penuh beban. Kabar angin bahwa beberapa penduduk Yatsrib telah masuk Islam dan siap menampung kaum muslimin membuat mereka tak bisa lagi terlelap. Belum lagi saat Rasulullah SAW benar-benar menyuruh kaum muslimin untuk berhijrah ke negeri impian itu, mereka pun meningkatkan siksaan pada kaum muslimin yang tersisa di tanah suci. Berbondong-bondong, pelan namun pasti, kaum muslimin berhijrah dari Mekah ke Yatsrib dengan sembunyi-sembunyi. Dan pasukan Quraisy pun semakin meningkatkan penjagaan batas kotanya.
Kegelisahan itu tak terbendung lagi saat Umar bin Khattab mendeklarasikan niatnya untuk berhijrah.  Pemuda pemberani itu membawa pedang yang siap dihunuskan setiap saat, lalu shalat dan thawaf sejenak di Baitullah, sementara seluruh mata Quraisy tajam tertuju pada sosok tinggi besar itu. Usai thawaf, Umar naik ke atas bukit memandang sekeliling dengan pandangan yang teguh nan angkuh. Ia berseru lantang menciutkan hati kafir Quraisy. Ucapannya yang begitu tegas terpampang dalam sejarah orang-orang pemberani: “Barang siapa yang menginginkan istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim, maka temui aku dibalik bukit ini!!! “.  Ucapan yang tajam bak pedang terhunus. Menginjak-injak kesombongan dan harga diri kafir Quraisy. Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka, bahwa sosok Umar kini benar-benar menantang keberanian mereka.
Pemuda itu tidak sedang bercanda dengan ucapannya. Ia tidak menantang dengan sembarang ucapan. Ia tidak memberi peluang kemenangan. Ia tidak menantang pada posisi lemah bahkan tidak pula seimbang. Ia menantang dalam posisi kemenangan! Karenanya ia memilih kalimat yang tajam: “Barang siapa yang menginginkan istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim ….. “. Habis sudah kesombongan yang sempat terpatri dalam barisan Quraisy. Mereka bagaikan kerbau dicocok hidung. Tak ada respon, tak ada kemarahan. Bahkan wajah mereka pun seolah tertunduk kalah. Dan Umar bin Khattab pun melenggang tenang ke Madinah. Allahu Akbar!
Jangan tergesa menuduh Umar bin Khattab nekad setengah mati. Jangan pula terburu berlebihan memuji bahwa ia super pemberani tanpa strategi. Tidak, sekali-kali tidak. Yang sedang dilakukan oleh Umar adalah mengelola potensi keberanian dengan cerdas. Ia sedang berstrategi dengan mengukur kemampuan dan potensi diri. Ia tahu persis kapan harus melakukan serangan ‘psyco war’ yang tajam menghujam, sebagaimana ia juga tahu kapan saat harus mundur teratur mengganti strategi.  Inilah yang dilakukan Umar di medan Hudaibiyah. Saat seribuan lebih pasukan muslim di Madinah hendak menunaikan umrah di tanah suci, kafir Quraisy pun bersegera mengancam untuk menahan mereka mati-matian.  Lalu Rasulullah SAW pun meminta Umar untuk menjadi utusan resmi, melobi pihak Quraisy agar membuka pintu Mekah bagi kaum muslimin yang akan umrah. Tapi kali ini Umar menolak dengan halus permintaan Rasulullah SAW yang sangat dihormatinya. Umar RA merekomendasikan Utsman bin Affan agar menjadi utusan berikutnya.
Ada apa dengan Umar? Ke mana keberaniannya saat Hijrah seorang diri menantang seluruh penduduk Quraisy? Apakah keberaniannya mati suri setelah beberapa tahun menikmati kenyamanan ‘Madinah”?  Tidak, sekali-kali tidak. Kali ini Umar RA pun sedang memainkan strateginya. Ia cerdas mengelola keberanian. Ia tidak sedang takut dan bahkan tidak pernah terbesit dalam hatinya rasa takut itu. Bagaimana ia bisa takut, sedangkan Rasulullah SAW saja menggambarkan sosok Umar sebagai satu-satunya manusia yang Jin pun enggan dan jengah berpapasan dengannya? Lalu apa yang dimaksudkan Umar dengan penolakannya itu?
Yang terjadi sesungguhnya adalah sebuah strategi. Keberanian Al-Faaruuq itu tetap utuh pada tempatnya. Tidak berkurang sedikit pun dalam dadanya. Ia mundur sejenak karena sebuah strategi. Ia selalu cerdas mengelola keberanian yang ia miliki. Mengapa Umar menolak menjadi utusan Rasulullah SAW dan justru merekomendasikan nama Utsman bin Affan? Kecerdasan Umar dalam mengelola keberanian bisa kita lihat dalam beberapa hal berikut ini.
Pertama: Umar sadar dengan potensi dirinya. Ia bukanlah tipe negosiator yang baik. Ia seorang yang tegas dan tak terlampau suka berdialog dengan penentang keberanian. Jika ia menjadi utusan, maka ia takut akan merusak agenda damai Rasulullah SAW yang datang ke Mekah untuk sebuah tujuan ibadah yang begitu mulia. Jadi pada titik ini, ia merasa bukan orang tepat untuk membawa pesan kedamaian!
Kedua: Umar bin Khattab lebih merekomendasikan Utsman, karena Umar tahu persis bahwa Utsman lebih handal dalam kemampuan lobby dan agitasi. Bukan itu saja, Umar juga tahu bahwa Utsman masih mempunyai kaki yang kokoh di Mekah, keluarganya masih tersebar banyak di tanah mulia itu. Mereka adalah jaminan tidak langsung bagi keselamatan Utsman saat memasuki wilayah Quraisy. Berbeda dengan Umar bin Khattab dari Bani ‘Adi, yang mempunyai akses sekuat keluarga Utsman di Mekah.
Ketiga: Umar menyadari sepenuhnya, bahwa kepalanya saat ini sangat berharga dalam pandangan orang-orang Quraisy.  Umar masuk dalam kategori ‘most wanted’ bagi keluarga veteran Badr dari pihak pasukan Quraisy. Betapa tidak? Ingatan pasukan Quraisy pasti tidak akan pernah lupa, bagaimana pedang Umar telah banyak menyambar kepala pemuka-pemuka mereka di medan Badar. Pedang Umar telah banyak menumpahkan darah yang begitu murah saat itu. Inilah yang menjadikan gigi mereka selalu bergemeretak penuh dendam saat mendengar nama Umar. Umar tahu persis akan hal ini, karenanya ia mundur sejenak bukan karena penakut. Tapi ia begitu cerdas tahu kapan saatnya maju dan mundur, dan tetap dalam keberanian yang kokoh.  Umar bin Khattab juga cerdas saat merekomendasikan nama Utsman, karena Umar tahu bahwa profil Utsman relatif netral di mata Quraisy. Mereka belum menyimpan amarah dan dendam yang begitu besar, karena Utsman bin Affan tidak pernah terlibat dalam pertempuran Badar. Utsman tidak ikut mengayunkan pedang bersama kaum muslimin lainnya di medan Badr, atas perintah Rasulullah SAW untuk fokus pada perawatan istrinya yang sedang terbaring sakit parah di Madinah.
Inilah kecerdasan Umar dalam mengelola keberanian. Tahu kapan saatnya tampil meruntuhkan kesombongan lawan, dan paham kapan ia harus mundur sejenak menyimpan keberanian untuk tidak ditampilkan.
Setiap kita mempunyai potensi keberanian. Setiap hari keberanian kita akan ditantang dengan berbagai permasalahan. Keberanian kita akan senantiasa diuji dengan permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Akan ada berbagai pilihan untuk membuat keputusan-keputusan besar yang senantiasa menggoda bagi kita untuk menjawabnya saat ini juga, apakah dengan menampilkan keberanian begitu saja apa adanya, ataukah menyimpannya sejenak dengan penuh kecerdasan dan strategi sebagaimana Umar bin Khattab mencontohkan?
Semua pasti akan mengalami saat-saat semacam ini. Para penentu kebijakan selalu saja dalam posisi yang gamang; Apakah menunjukkan keberanian untuk memuaskan harapan para pendukungnya? Agar keberanian itu tetap terjaga citranya di hadapan teman, keluarga atau bawahannya. Ataukah memilih mengelola keberanian itu dengan cerdas, menyimpannya sejenak, sehingga seolah terlihat tak ada keputusan yang berani, tetapi sejatinya yang ada adalah langkah jitu yang akan membuahkan kemenangan telak dan sekaligus membungkam lawan! Akhirnya, selamat mengelola keberanian Anda dengan cerdas. Semoga bermanfaat!


sumber copas : http://www.dakwatuna.com/2012/06/18/21122/umar-bin-khattab-cerdas-mengelola-keberanian/#axzz2pJsERhhZ

Kehidupan Masa Pra Aksara di Indonesia

Periodisasi zaman praaksara   Periodisasi zaman pra aksara dapat dibedakan berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan)  ( Diambil d...