Rajab dan Pembebasan Al-Aqsha
dakwatuna.com - Bagi kaum Muslimin, bulan Rajab ini
penuh dengan kenangan indah dan sedih sekaligus, bulan kemenangan
sekaligus tragedi. Bulan ini menyaksikan pekik takbir kemenangan para
pahlawan Islam pada berbagai pertempuran sekaligus genangan air mata
bahkan darah. Semoga semua kejadian itu menginspirasi kita untuk
menciptakan sejarah indah bagi kaum Muslimin yang akan dikenang oleh
memori generasi sepeninggal kita kelak.
Di bulan ini satu setengah abad yang lalu Rasulullah di-isra’kan dari
kota Mekkah ke kota Al-Quds, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Di
sana Rasulullah melaksanakan shalat berjamaah dengan para rasul dan
beliau menjadi imamnya. Sebuah mukjizat yang kian menegaskan kenabian
dan kerasulan beliau. Kendatipun orang-orang yang diliputi kedengkian di
hati mereka dan tertutup dari cahaya hidayah menolak untuk mengakuinya,
bahkan mereka mengolok-oloknya.
Pada bulan ini juga, tepatnya 5 Rajab 15 H atau 12 Agustus 636 kaum
Muslimin memenangi perang Yarmuk melawan tentara Romawi. Kemenangan ini
menjadi pintu gerbang bagi berbagai kemenangan kaum Muslimin di negeri
Syam. Di antaranya kira-kira setahun kemudian, kaum Muslimin menaklukkan
kota Damaskus dengan panglima Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Khalid bin
Walid setelah pengepungan lama dimana tentara Romawi mempertahankan kota
itu. Namun mereka tidak kuasa menahan pengepungan itu akhirnya
terjadilah perundingan damai.
Lalu pada beberapa dekade kemudian pada bulan yang sama tahun 92 H.
yang bertepatan 27 April 711 M. kaum Muslimin di bawah kepemimpinan
Thariq bin Ziyad memasuki daratan pegunungan di Spanyol yang kemudian
dikenal dengan Jabal Thariq (Giblaltar) setelah menyeberangi laut Tengah
yang kemudian menjadi jembatan bagi berbagai kemenangan di negeri
Andalusia ini.
Dan peristiwa spektakuler yang terjadi pada bulan Rajab ini, yaitu
kira-kira satu abad yang lalu, seseorang yang berasal dari suku Kurdi
memimpin kaum Muslimin untuk membebaskan Masjidil Aqsha dari tentara
Salib. Di tanggal yang sama -menurut sebagian ulama- dengan kejadian
Isra’ Mi’raj, yakni 27 Rajab tahun 583 H atau 2 oktober 1187 M.
Shalahuddin Al-Ayyubi memasuki Baitul Maqdis setelah membebaskannya dari
tangan-tangan tentara Salib dalam sebuah perang yang dimenanginya,
Hitthin. Bersama kaum Muslimin beliau shalat Jum’at di Masjidil Aqsha
setelah 88 tahun tidak pernah berkumandang azan selama dalam cengkeraman
tentara Salib. Di atas mimbar yang dibuat oleh pemimpin seniornya,
Nuruddin Mahmud Zanki yang tidak sempat menyaksikan terbebaskan Masjidil
Aqsha karena telah dipanggil Allah 13 tahun sebelum kemenangan itu.
Mimbar itu dipindahkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi dari Aleppo kemudian
tetap berada di masjid itu selama berabad-abad sampai kemudian dibakar
Yahudi tahun 1969.
Shalahuddin Al-Ayyubi memasuki kota Al-Quds dan memaafkan
penduduknya dan tidak ada penumpahan darah. Termasuk terhadap tentara
yang tinggal di kota itu juga tidak memperlakukan sebagaimana tentara
Salib terhadap kaum Muslimin ketika mereka menguasai Baitul Maqdis.
Puluhan ribu orang terbunuh, bahkan mereka yang berlindung di Masjidil
Aqsha dan Qubbatus Shakhrah
Shalahuddin yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk jihad di jalan
Allah, menyatukan kaum Muslimin untuk memerdekakan negeri Muslim yang
terjajah. Ditinggalkan nya negeri, keluarga, dan anak-anaknya dengan
segala kemewahan dan ketenteramannya demi tercapainya cita-citanya,
membebaskan Masjidil Aqsha. Seperti halnya Nuruddin Mahmud yang tidak
pernah tersenyum semenjak Baitul Maqdis dikuasai tentara Salib. “Saya
malu kepada Allah yang melihatku tersenyum sedangkan kaum Muslimin
terjajah,” kata Nuruddin.
Saat ini Palestina dengan masjid sucinya kembali terjajah. Berawal
dari bulan yang sama Zionis mengumumkan berdirinya Negara Israel, yakni
pada 7 Rajab 1367 H. atau 15 April 1948 M. setelah mereka memenangi
pertempuran melawan bangsa Arab.
Berdirinya negara Israel di Palestina tidak terlepas dari tragedi
Rajab di Turki, dimana Mustafa Kamal Attaturk yang membubarkan
Kekhalifahan Turki Utsmani. Tepat pada 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924
M. yang kemudian menobatkan dirinya sebagai pemimpin Turki dan mengusir
khalifah beserta keluarganya ke luar negeri. Kemudian ia melakukan
sekulerisasi di negeri itu dengan menutup kegiatan shalat di masjid Aya
Sofia, mengambil sajadah-sajadahnya, mencopot hiasan-hiasan yang
berbahasa Arab serta mimbarnya lalu merubahnya menjadi museum. Itu
terjadi juga pada bulan Rajab, tepatnya 16 Rajab 1343 H atau 21 Februari
21 Februari 1925 M. Setahun kemudian ia mengeluarkan instruksi berupa
kewajiban membaca Al-Qur’an dengan bahasa Turki sebagai gantinya
Al-Qur’an dengan bahasa Arab dengan dalih orang-orang Turki tidak bisa
berbahasa Arab. Hal itu terjadi pada 28 Rajab 1344 H.
Kini Masjidil Aqsha, kiblat pertama kaum Muslimin dan masjid suci
ketiga setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu masih merana di
bawah tekanan dan penjajahan bangsa Yahudi. Namun sayangnya tidak ada
lagi Shalahuddin Al-Ayyubi dan Nuruddin Mahmud Zanki. Ribuan kaum
Muslimin Palestina menjadi korban kebiadaban bangsa Yahudi tanpa ada
kekuatan Islam yang berani mencegahnya. Tidak negeri Arab apalagi bangsa
lain non-Arab. Disaksikan oleh mata dunia mereka membantai warga
Palestina, bukan saja tentara namun rakyat sipil, bahkan orang tua,
wanita, dan anak-anak.
Berbagai upaya perundingan damai yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan
PBB selalu dilanggar oleh Israel. Mulai dari Camp David yang
ditanda-tangani oleh pemerintahan Mesir dan Tel Aviv pada tahun 1979
sampai perjanjian Oslo yang dibuat tahun 1993 dan ditanda-tangani dengan
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan melucuti otonomi Otoritas
Palestina pada sebagian besar wilayah pendudukan.
Sifat ingkar janji ini memang karakter asli mereka sebagaimana yang diingatkan Al-Qur’an.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami
angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman),
“Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah
selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa.” Kemudian kamu
berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, Maka kalau tidak ada karunia
Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di
antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah
kamu kera yang hina.” Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan
bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian,
serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 63-66)
Kewajiban Kaum Muslimin
Di bulan yang mengaduk-aduk perasaan kaum Muslimin ini hendaknya
tertanam keyakinan bahwa persoalan Masjidil Aqsha tidak saja masalah
yang harus ditanggung dan dihadapi bangsa Palestina sendiri. Kendatipun
mereka berada di barisan terdepan dalam membebaskan Negeri Isra’ dari
penjajahan Yahudi. Ini adalah bagian dari aqidah yang diimani oleh para
pahlawan kaum Muslimin yang berjuang untuk membebaskannya.
Masjidil Aqsha adalah masjid tertua kedua di muka bumi bagi kaum
Muslimin setelah Masjidil Haram yang kemudian menjadi kiblat pertama
mereka sebelum Masjidil Haram.
Abu Dzar bertanya, “Ya Rasulullah, masjid pertama yang dibangun di
muka bumi itu apa?” beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Kemudian aku
bertanya lagi, “Lalu masjid apa lagi?” beliau menjawab, “Masjidil
Aqsha.” Aku tanyakan lagi, “Berapakah jarak antara keduanya?” Beliau
menjawab, “Empat puluh tahun. Lalu dimana pun kamu mendapati shalat,
shalatlah di situ, sebab keutamaan ada di situ.” (Muttafaq Alaihi)
Kemudian Rasulullah saw. juga menempatkan Masjidil Aqsha sebagai
salah satu dari tiga tujuan wisata spiritual dimana seseorang
mendapatkan pahala saat mengunjunginya, yaitu Masjidil Haram, Masjid
Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Bahkan beliau juga mengabarkan kepada kita
keutamaan shalat di dalamnya sebagaimana sabda beliau,
الصَّلاةُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ
صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي مَسْجِدِي بِأَلْفِ صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي
بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلاةٍ»
“Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat , shalat
di Masjidku ini sama dengan seribu shalat, sedangkan shalat di Baitul
Maqdis sama dengan lima ratus shalat (di tempat lain).” (Thabrani)
Secercah Harap
Bulan Rajab juga menjadi saksi bagi bergolaknya kembali aksi
perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajah Israel dengan sebuah aksi
yang dikenal dengan Intifadhah Kedua. Yaitu pada 12 Rajab tahun 1422 H.
atau 29 September 2000 M. Aksi ini dipicu oleh kunjungan provokatif yang
dilakukan Perdana Menteri Ariel Sharon yang ketika itu juga menjabat
ketua partai Likud. Ribuan warga Palestina bentrok melawan tentara
bersenjata Israel demi mempertahankan Masjidil Aqsha. Aksi ini dinilai
sebagai sebuah keberhasilan karena telah mengangkat masalah Palestina ke
masyarakat dunia sekaligus mencoreng muka penjajah yang menggunakan
segala cara dan alat tempur untuk menghentikan Intifadhah ini hingga
terbunuh 3540 warga Palestina dan 60 ribu rumah luluh lantak akibat
serangan rudal mereka. Ribuan warga terusir dari pemukiman mereka.
Jika saja bisa mengungkapkan, di bulan Rajab ini Masjidil Aqsha
mungkin ingin menuturkan harapannya akan kedatangan Sang pembebas yang
mengeluarkannya dari cengkeraman Zionis. Mengharapkan para pemimpin di
dunia Arab dan Islam bersatu untuk menolongnya dari rekayasa Zionisme
yang berupaya merobohkannya lalu membangun di atasnya Heikal Sulaeman,
sebuah mitos dan khurafat rekaan mereka. mari kita tangisi diri kita
yang tak mampu berbuat apapun untuk membebaskan kiblat pertama kaum
muslimin ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar