Jumat, 03 Januari 2014


Rajab dan Pembebasan Al-Aqsha 

 

dakwatuna.com - Bagi kaum Muslimin, bulan Rajab ini penuh dengan kenangan indah dan sedih sekaligus, bulan kemenangan sekaligus tragedi. Bulan ini menyaksikan pekik takbir kemenangan para pahlawan Islam pada berbagai pertempuran sekaligus genangan air mata bahkan darah. Semoga semua kejadian itu menginspirasi kita untuk menciptakan sejarah indah bagi kaum Muslimin yang akan dikenang oleh memori generasi sepeninggal kita kelak.
Di bulan ini satu setengah abad yang lalu Rasulullah di-isra’kan dari kota Mekkah ke kota Al-Quds, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Di sana Rasulullah melaksanakan shalat berjamaah dengan para rasul dan beliau menjadi imamnya. Sebuah mukjizat yang kian menegaskan kenabian dan kerasulan beliau. Kendatipun orang-orang yang diliputi kedengkian di hati mereka dan tertutup dari cahaya hidayah menolak untuk mengakuinya, bahkan mereka mengolok-oloknya.
Pada bulan ini juga, tepatnya 5 Rajab 15 H atau 12 Agustus 636 kaum Muslimin memenangi perang Yarmuk melawan tentara Romawi. Kemenangan ini menjadi pintu gerbang bagi berbagai kemenangan kaum Muslimin di negeri Syam. Di antaranya kira-kira setahun kemudian, kaum Muslimin menaklukkan kota Damaskus dengan panglima Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Khalid bin Walid setelah pengepungan lama dimana tentara Romawi mempertahankan kota itu. Namun mereka tidak kuasa menahan pengepungan itu akhirnya terjadilah perundingan damai.
Lalu pada beberapa dekade kemudian pada bulan yang sama tahun 92 H. yang bertepatan 27 April 711 M. kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad memasuki daratan pegunungan di Spanyol yang kemudian dikenal dengan Jabal Thariq (Giblaltar) setelah menyeberangi laut Tengah yang kemudian menjadi jembatan bagi berbagai kemenangan di negeri Andalusia ini.
Dan peristiwa spektakuler yang terjadi pada bulan Rajab ini, yaitu kira-kira satu abad yang lalu, seseorang yang berasal dari suku Kurdi memimpin kaum Muslimin untuk membebaskan Masjidil Aqsha dari tentara Salib. Di tanggal yang sama -menurut sebagian ulama- dengan kejadian Isra’ Mi’raj, yakni 27 Rajab tahun 583 H atau 2 oktober 1187 M. Shalahuddin Al-Ayyubi memasuki Baitul Maqdis setelah membebaskannya dari tangan-tangan tentara Salib dalam sebuah perang yang dimenanginya, Hitthin. Bersama kaum Muslimin beliau shalat Jum’at di Masjidil Aqsha setelah 88 tahun tidak pernah berkumandang azan selama dalam cengkeraman tentara Salib. Di atas mimbar yang dibuat oleh pemimpin seniornya, Nuruddin Mahmud Zanki yang tidak sempat menyaksikan terbebaskan Masjidil Aqsha karena telah dipanggil Allah 13 tahun sebelum kemenangan itu. Mimbar itu dipindahkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi dari Aleppo kemudian tetap berada di masjid itu selama berabad-abad sampai kemudian dibakar Yahudi tahun 1969.
Shalahuddin Al-Ayyubi  memasuki kota Al-Quds dan memaafkan penduduknya dan tidak ada penumpahan darah. Termasuk terhadap tentara yang tinggal di kota itu juga tidak memperlakukan sebagaimana tentara Salib terhadap kaum Muslimin ketika mereka menguasai Baitul Maqdis. Puluhan ribu orang terbunuh, bahkan mereka yang berlindung di Masjidil Aqsha dan Qubbatus Shakhrah
Shalahuddin yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk jihad di jalan Allah, menyatukan kaum Muslimin untuk memerdekakan negeri Muslim yang terjajah. Ditinggalkan nya negeri, keluarga, dan anak-anaknya dengan segala kemewahan dan ketenteramannya demi tercapainya cita-citanya, membebaskan Masjidil Aqsha. Seperti halnya Nuruddin Mahmud yang tidak pernah tersenyum semenjak Baitul Maqdis dikuasai tentara Salib. “Saya malu kepada Allah yang melihatku tersenyum sedangkan kaum Muslimin terjajah,” kata Nuruddin.
Saat ini Palestina dengan masjid sucinya kembali terjajah. Berawal dari bulan yang sama Zionis mengumumkan berdirinya Negara Israel, yakni pada 7 Rajab 1367 H. atau 15 April 1948 M. setelah mereka memenangi pertempuran melawan bangsa Arab.
Berdirinya negara Israel di Palestina tidak terlepas dari tragedi Rajab di Turki, dimana Mustafa Kamal Attaturk  yang  membubarkan Kekhalifahan Turki Utsmani. Tepat pada 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. yang kemudian menobatkan dirinya sebagai pemimpin Turki dan mengusir khalifah beserta keluarganya ke luar negeri. Kemudian ia melakukan sekulerisasi di negeri itu dengan menutup kegiatan shalat di masjid Aya Sofia, mengambil sajadah-sajadahnya, mencopot hiasan-hiasan yang berbahasa Arab serta mimbarnya lalu merubahnya menjadi museum. Itu terjadi juga pada bulan Rajab, tepatnya 16 Rajab 1343 H atau 21 Februari 21 Februari 1925 M. Setahun kemudian ia mengeluarkan  instruksi berupa kewajiban membaca Al-Qur’an dengan bahasa Turki sebagai gantinya Al-Qur’an dengan bahasa Arab dengan dalih orang-orang Turki tidak bisa berbahasa Arab. Hal itu terjadi pada 28 Rajab 1344 H.
Kini Masjidil Aqsha, kiblat pertama kaum Muslimin dan masjid suci ketiga setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu masih merana di bawah tekanan dan penjajahan bangsa Yahudi. Namun sayangnya tidak ada lagi Shalahuddin Al-Ayyubi dan Nuruddin Mahmud Zanki. Ribuan kaum Muslimin Palestina menjadi korban kebiadaban bangsa Yahudi tanpa ada kekuatan Islam yang berani mencegahnya. Tidak negeri Arab apalagi bangsa lain non-Arab. Disaksikan oleh mata dunia mereka membantai warga Palestina, bukan saja tentara namun rakyat sipil, bahkan orang tua, wanita, dan anak-anak.
Berbagai upaya perundingan damai yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB selalu dilanggar oleh Israel. Mulai dari Camp David yang ditanda-tangani oleh pemerintahan Mesir dan Tel Aviv pada tahun 1979 sampai perjanjian Oslo yang dibuat tahun 1993 dan ditanda-tangani dengan Organisasi  Pembebasan Palestina (PLO) dengan melucuti otonomi Otoritas Palestina pada sebagian besar wilayah pendudukan.
Sifat ingkar janji ini memang karakter asli mereka sebagaimana yang diingatkan Al-Qur’an.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa.” Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, Maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.  Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 63-66)
Kewajiban Kaum Muslimin
Di bulan yang mengaduk-aduk perasaan kaum Muslimin ini hendaknya tertanam keyakinan bahwa persoalan Masjidil Aqsha tidak saja masalah yang harus ditanggung dan dihadapi bangsa Palestina sendiri. Kendatipun mereka berada di barisan terdepan dalam membebaskan Negeri Isra’ dari penjajahan Yahudi. Ini adalah bagian dari aqidah yang diimani oleh para pahlawan kaum Muslimin yang berjuang untuk membebaskannya.
Masjidil Aqsha adalah masjid tertua kedua di muka bumi bagi kaum Muslimin setelah Masjidil Haram yang kemudian menjadi kiblat pertama mereka sebelum Masjidil Haram.
Abu Dzar bertanya, “Ya Rasulullah, masjid pertama yang dibangun di muka bumi itu apa?” beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Kemudian aku bertanya lagi, “Lalu masjid apa lagi?” beliau menjawab, “Masjidil Aqsha.” Aku tanyakan lagi, “Berapakah jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Lalu dimana pun kamu mendapati shalat, shalatlah di situ, sebab keutamaan ada di situ.” (Muttafaq Alaihi)
Kemudian Rasulullah saw. juga menempatkan Masjidil Aqsha sebagai salah satu dari tiga tujuan wisata spiritual dimana seseorang mendapatkan pahala saat mengunjunginya, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Bahkan beliau juga mengabarkan kepada kita keutamaan shalat di dalamnya sebagaimana sabda beliau,
الصَّلاةُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي مَسْجِدِي بِأَلْفِ صَلاةٍ، وَالصَّلاةُ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلاةٍ»
“Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat , shalat di Masjidku ini sama dengan seribu shalat, sedangkan shalat di Baitul Maqdis sama dengan lima ratus shalat (di tempat lain).” (Thabrani)
Secercah Harap
Bulan Rajab juga menjadi saksi bagi bergolaknya kembali aksi perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajah Israel dengan sebuah aksi yang dikenal dengan Intifadhah Kedua. Yaitu pada 12 Rajab tahun 1422 H. atau 29 September 2000 M. Aksi ini dipicu oleh kunjungan provokatif yang dilakukan Perdana Menteri Ariel Sharon yang ketika itu juga menjabat ketua partai Likud. Ribuan warga Palestina bentrok melawan tentara bersenjata Israel demi mempertahankan Masjidil Aqsha. Aksi ini dinilai sebagai sebuah keberhasilan karena telah mengangkat masalah Palestina ke masyarakat dunia sekaligus mencoreng muka penjajah yang menggunakan segala cara dan alat tempur untuk menghentikan Intifadhah ini hingga terbunuh 3540 warga Palestina dan 60 ribu rumah luluh lantak akibat serangan rudal mereka. Ribuan warga terusir dari pemukiman mereka.
Jika saja bisa mengungkapkan, di bulan Rajab ini Masjidil Aqsha mungkin ingin menuturkan harapannya akan kedatangan Sang pembebas yang mengeluarkannya dari cengkeraman Zionis. Mengharapkan para pemimpin di dunia Arab dan Islam bersatu untuk menolongnya dari rekayasa Zionisme yang berupaya merobohkannya lalu membangun di atasnya Heikal Sulaeman, sebuah mitos dan khurafat rekaan mereka. mari kita tangisi diri kita yang tak mampu berbuat apapun untuk membebaskan kiblat pertama kaum muslimin ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kehidupan Masa Pra Aksara di Indonesia

Periodisasi zaman praaksara   Periodisasi zaman pra aksara dapat dibedakan berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan)  ( Diambil d...